keperawatansantirinjani

Archive for December 2010

ADAPTASI BAYI BARU LAHIR

 

Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpisah dari ibunya. Perubahan biologis yang terjadi saat bayi lahir memungkinkan transisi dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin. Perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan di kemudian hari.

TRANSISI KE KEHIDUPAN EKSTRA UTERIN

  • Transisi normal

Di dalam uterus, janin berada dalam lingkungan yang sangat kecil, gelap, hangat, penuh cairan, tanpa gravitasi, dan kedap suara serta tidak ada nyeri. Setelah lahir, lingkungan ini berubah secara dramatis menjadi lingkungan yang terang, dingin, bergravitasi, berisik, mungkin disertai nyeri, dan ruangan terbuka. Dengan pengecualian kemungkinan akan lahir mati, proses kelahiran dapat diargumentasikan sebagai suatu peristiwa perubahan fisiologis terbesar yang dialami manusia.

 

  • Transisi Disfungsional

Beberapa waktu pertama dalam kelahiran bayi sangatlah penting. Pada saat ini bayi tiba-tiba pindah dari rahim ibu ke lingkungan di luar rahim.

Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi. Transisi ke kehidupan ekstra uterine yang memuaskan memerlukan urutan peristiwa kardiovaskuler dan pulmoner sebagai berikut :

  1. Paru-paru mengembang dengan udara turun ke jalan napas terminal (alveoli)
  2. Alveoli menjadi teroksigenasi
  3. Pembuluh darah pulmonel berdilatasi sebagai respons terhadap ekspansi paru dan oksigenisasi alveolar
  4. Sebagai respons terhadap vasodilatasi pulmoner, curah jantung ke paru-paru berubah sekitar 7% pada janin sampai sekitar 100% pada BBL
  5. Awitan pernafasan yang kontinu dimulai.

 

KARAKTERISTIK BIOLOGIS

  • Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan yang mencolok setelah bayi lahir. Foramen ovale, duktus arteriosus, dan duktus venosus menutup. Arteri

umbilikalis, vena umbilikalis, dan arteri hepatika menjadi ligamen.

Napas pertama yang dilakukan bayi baru lahir membuat paru-paru berkembang dan menurunkan resistensi vaskuler pulmoner, sehingga sarah paru mengalir. Tekanan arteri pulmoner menurun. Rangsangan peristiwa ini merupakan mekanisme besar yang menyebabkan tekanan atrium kanan menurun. Aliran darah pulmoner kembali meningkat ke jantung dan masuk ke jantung dan masuk ke jantung bagian kiri, sehingga tekanan dalam atrium kiri meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan foramen ovale menutup. Selama beberapa hari pertama kehidupan, tangisan dapat mengembalikan aliran darah melalui foramen ovale untuk sementara dan mengakibatkan sianosis ringan.

à     Bunyi dan Denyut Jantung

Frekuensi denyut jantung bayi rata-rata 140 kali/menit saat lahir, dengan variasi berkisar antara 120-160 kali/menit. Frekuensi saat bayi tidur berbeda dari saat bayi bangun. Pada usia satu minggu, frekuensi denyut jantung bayi rata-rata ialah 128 kali/menit saat tidur dan 163 kali/menit saat bangun. Pada usia satu bulan, frekuensi 138 kali/menit saat tidur dan 167 kali/menit saat bangun. Aritmia sinus (denyut jantung yang tidak teratur) pada usia ini dapat dipersepsikan sebagai suatu fenomena fisiologis dan sebagai indikasi fungsi jantung yang baik (Lowrey, 1986).

Bunyi jantung bayi setelah lahir terdengar sebagai suara “lub, dub, lub, dub”. Bunyi “lub” dikaitkan dengan penutupan katup mitral dan trikuspid pada permulaan sistol dan bunyi dub dikaitkan dengan penutupan katup aortik dan katup pulmoner pada akhir sistol. Bunyi jantung selama periode neonatal bernada tinggi (high pitch), lebih cepat (short in duration), dan memiliki intensitas yang lebih besar dari bunyi jantung orang dewasa.

à     Volume dan Tekanan Darah

Tekanan darah sistolik bayi baru lahir ialah 78 dan tekanan diastolik rata-rata ialah 42. Tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama bulan pertama kehamilan. Tekanan darah sistolik bayi sering menurun sekitar (15 mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.

Volume darah bayi baru lahir bervariasi dari 80-110 ml/kg selama beberapa hari pertama dan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun pertama. Secara proporsional, bayi baru lahir memiliki volume darah sekitar 10% lebih besar dan memiliki jumlah sel darah merah hampir 20% lebih banyak dari orang dewasa. Akan tetapi, darah bayi baru lahir mengandung volume plasma sekitar 20% lebih kecil bila dibandingkan dengan kilogram berat badan orang dewasa.

 

  • Sistem Hematopoiesis

Saat bayi lahir, nilai rata-rata hemoglobin, hematokrit, dan SDM lebih tinggi dari nilai normal orang dewasa. Hemoglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5 sampai 22,5 g/dL. Hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan hitung SDM berkisar antara 5 sampai 7,5 juta/mm3. Secara berturut-turut, hemoglobin dan hitung SDM menurun sampai mencapai kadar rata-rata 11-17 g/dL dan 4,2-5,2/mm3 pada akhir bulang pertama.

Leukosit janin dengan nilai hitung sel darah putih sekitar 18.000/mm3 merupakan nilai normal saat bayi lahir. Biasanya kadar sel darah putih dipertahankan sekitar 11.500/mm3 selama periode neonatal. Berlawanan dengan orang dewasa, hitung SDP pada bayi baru lahir tidak meningkat secara bermakna bila janin tersebut terinfeksi. Kecenderungan perdarahan pada bayi baru lahir jarang terjadi, pembekuan darah cukup untuk mencegah perdarahan hanya jika terjadi defisiensi vitamin K berat. Golongan darah bayi baru lahir ditentukan pada awal kehidupan janin. Akan tetapi, selama periode neonatal terjadi peningkatan kemampuan aglutinogen membran SDM secara bertahap.

 

  • Sistem Pernapasan

Penyesuaian paling kritis yang harus dialami BBL ialah penyesuaian sistem pernapasan. Paru-paru bayi cukup bulan mengandung sekitar 20 ml cairan/kg (Blackburn, Loper, 1992). Udara harus diganti oleh cairan yang mengisi traktus respiratorius sampai alveoli. Pada kelahiran per vaginam normal, sejumlah kecil cairan keluar dari trakea dan paru-paru bayi.

Dalam satu jam pertama kehidupan bayi, sistem limfatik paru secara kontinu mengeluarkan cairan dalam jumlah besar. Pengeluaran cairan ini juga diakibatkan perbedaan tekanan dari alveoli sampai jaringan interstisial dan sampai kapiler pembuluh darah. Penurunan resistensi mempermudah aliran cairan paru-paru ini.

Pernapasan abnormal dan kegagalan paru untuk mengembang dengan sempurna mengganggu aliran cairan paru janin dari alveoli dan interstisial ke sirkulasi pulmoner. Retensi cairan ini akan menganggu kemampuan bayi memperoleh oksigen yang cukup.

Tarikan napas pertama terjadi. Hal ini disebabkan oleh refleks yang dipicu oleh perubahan tekanan, pendinginan, bunyi, cahaya, dan sensasi lain yang berkaitan dengan proses kelahiran. Apabila perubahan yang terjadi sangat ekstrem, depresi pernapasan dapat terjadi. Pada kebanyakan kasus, timbul reaksi pernapasan yang berlebihan sehingga bayi mulai menarik napas yang pertama dan menangis.

Pola pernapasan tertentu menjadi karakteristik BBL normal yang cukup bulan. Setelah pernapasan mulai berfungsi, napas bayi menjadi dangkal dan tidak teratur, bervariasi dari 30-60 kali per menit, disertai apnea singkat (kurang dari 15 detik). Periode apnea singkat ini paling sering terjadi selama siklus tidur aktif (rapid eye movement/REM). Durasi dan frekuensi apnea menurun seiring peningkatan usia. Periode apnea lebih dari 15 detik harus dievaluasi.

Bayi baru lahir biasanya bernapas melalui hidung. Respons bayi terhadap obstruksi hidung ialah membuka mulut untuk mempertahankan jalan napas. Kebanyakan bayi tidak memiliki respons ini sampai berusia tiga minggu. Oleh karena itu, asfiksia dan sianosis dapat terjadi akibat obstruksi hidung.

Lingkaran dada berukuran kurang lebih 30 sampai 33 cm saat bayi lahir. Auskultasi dada bayi baru lahir akan menghasilkan bunyi napas yang bersih dan keras dan bunyi terdengar sangat dekat karena jaringan pada dinding dada masih tipis. Tulang iga bayi berartikulasi dengan tulang dada secara horizontal, bukan membentuk sudut ke bawah. Akibatnya, rongga dada bayi tidak mengembang sebaik orang dewasa saat paru inspirasi. Fungsi pernapasan neonatus terutama terbentuk akibat kontraksi diafragma. Tekanan intratoraks negatif terjadi akibat penurunan diafragma. Hal ini hampir sama dengan tekanan negatif yang terjadi pada tabung suntikan ketika akan mengambil obat dari ampul. Dada dan abdomen pada BBL naik secara simultan saat inspirasi.

 

  • Sistem Ginjal

Pada BBL, hampir semua massa yang teraba di abdomen berasal dari ginjal. Fungsi ginjal yang mirip dengan fungsi orang dewasa belum terbentuk pada tahun kedua kehidupan. BBL memiliki rentang keseimbangan kimia dan rentang keamanan yang kecil. Infeksi, diare atau pola makan yang tidak teratur secara cepat dapat menimbulkan asidosis dan ketidakseimbangan cairan, seperti dehidrasi atau edema. Ketidakmaturan ginjal juga membatasi kemampuan BBL untuk mengekskresi obat.

Biasanya sejumlah kecil urine terdapat dalam kandung kemih saat lahir, tetapi bayi baru lahir mungkin tidak mengeluarkan urine selama 12 sampai 24 jam. Berkemih sering terjadi setelah periode ini. Berkemih enam sampai 10 kali dengan warna urine pucat menunjukkan masukan cairan yang cukup. Umumnya, bayi cukup bulan mengeluarkan urine 15 sampai 60 ml per kilogram per hari.

Perbedaan keseimbangan cairan dan elektrolit BBL dari respons fisiologis orang dewasa ialah sebagai berikut :

  1. Distribusi cairan ekstrasel dan intrasel bayi berbeda dari cairan ekstrasel dan intrasel orang dewasa. Sekitar 40% berat badan BBL terdiri dari cairan ekstrasel, sedangkan pada orang dewasa, angka tersebut 20%.
  2. Kecepatan pertukaran cairan ekstrasel berbeda. Setiap hari BBL memasukkan dan mengeluarkan 600-700 ml air yang ekivalen dengan 20% total cairan tubuh atau 50% cairan ekstrasel.
  3. Terdapat variasi komposisi cairan tubuh. Konsentrasi natrium, fosfat, klorida, dan asam organik lebih tinggi dan konsentrasi ion bikarbonat lebih rendah pada BBL. Data ini memiliki makna bahwa BBL berada dalam kondisi asidosis terkompensasi.
  4. Kecepatan GFR ialah 30% pada BBL, sebaliknya pada orang dewasa, 50%. Hal ini menyebabkan kemampuan untuk mengeluarkan senyawa yang mengandung nitrogen dan sampah lain dari darah menurun. Akan tetapi, pencernaan BBL memetabolisme hampir semua protein pertumbuhan.
  5. Penurunan kemampuan untuk mengeksresi kelebihan natrium menyebabkan urine hipotonik, bila dibandingkan dengan plasma.
  6. Reabsorpsi natrium menurun akibat aktivitas sodium-potassium-activated adenosinetriphosphatase (ATP-ase) rendah.
  7. BBL dapat mengencerkan urine sampai 50 miliosmol (mOsm). Kapasitas untuk mengencerkan urine melampaui kapasitas untuk mengonsentrasinya. Terdapat keterbatasan kemampuan untuk meningkatkan volume urine.
  8. BBL dapat mengonsentrasi urine dari 600-700 mOsm sedangkan kapasitas orang dewasa ialah 1400 mOsm. Ketidakmampuan mengonsentrasi urine tidak bersifat absolut, tetapi dibandingkan orang dewasa, kemampuan BBL terbatas. Berat jenis urin bayi baru lahir berkisar antara 1,005 sampai 1,015.
  9. Bayi baru lahir memiliki ambang glukosa yang lebih tinggi.

 

  • Sistem Pencernaan

BBL cukup bulan belum mampu menelan, mencerna, memetabolisme, dan mengabsorpsi protein dan karbohidrat sederhana, serta mengemulsi lemak. Kecuali amilase pankreas, karakteristik enzim dan cairan pencernaaan bahkan sudah ditemukan pada bayi yang berat badan lahirnya rendah.

Suatu mekanisme khusus, yang terdapat pada BBL normal dengan berat lebih dari 1500 g, mengoordinasi refleks pernapasan, refleks menghisap, dan refleks menelan yang diperlukan pada pemberian makan pada bayi. BBL melakukan tiga sampai empat isapan kecil setiap kali mengisap. BBL tidak mampu memindahkan makanan dari bibir ke faring, sehingga putting susu (atau botol susu) harus diletakkan cukup dalam di mulut bayi.

Saat bayi lahir, tidak terdapat bakteri dalam saluran cernanya. Segera setelah lahir, orifisium oral dan orifisium anal memungkinkan bakteri dan udara masuk. Bising usus bayi dapat didengar satu jam setelah lahir. Biasanya konsentrasi bakteri tertinggi  terdapat di bagian bawah usus halus dan terutama di usus besar. Flora normal usus membantu sintesis vitamin K, asam folat, dan biotin.

Kapasitas lambung bervariasi dari 30-90 ml, tergantung pada ukuran bayi. Waktu pengosongan lambung sangat bervariasi. Beberapa faktor, seperti waktu pemberian makan dan volume makanan, jenis dan suhu makanan, serta stress psikis dapat mempengaruhi waktu pengosongan lambung.

 

à     Pencernaan

Keasaman lambung bayi saat lahir umumnya sama dengan keasaman lambung orang dewasa, tetapi akan menrun dalam satu minggu dan tetap rendah selama dua sampai tiga bulan. Pencernaan dan absorpsi nutrien lebih lanjut berlangsung di usus halus. Sekresi pankreas, sekresi dari hati melalui saluran empedu, dan sekresi dari duodenum membaut proses yang kompleks ini dapat berlangsung.

Kemamupuan bayi baru lahir untuk mencerna karbohidrat, lemak dan protein diatur oleh beberapa enzim tertentu. Kebanyakan enzim ini telah berfungsi saat bayi lahir, kecuali enzim amilase dan lipase. Oleh karena itu, BBL yang normal mampu mencerna karbohidrat sederhana dan protein, tapi terbatas dalam mencerna lemak.

 

à     Tinja

Saat lahir, usus bayi bagian bawah penuh dengan mekonium. Mekonium yang dibentuk selama janin dalam kadungan berasal dari cairan amnion dan unsur-unsurnya, dari sekresi usus dan dari sel-sel mukosa. Mekonium berwarna hijau kehitaman, konsistensinya kental, dan mengandung darah samar. Mekonium pertama yang keluar steril, tetapi beberapa jam kemudian semua mekonium yang keluar mengandung bakteri. Sekitar 60% bayi normal yang cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam 12 jam pertama kehidupannya.

Jumlah feses pada BBL cukup bervariasi selama minggu pertama dan jumlah paling banyak antara hari ketiga dan keenam. Feses transisi (kecil-kecil, berwarna coklat sampai hijau akibat adanya mekonium) dikeluarkan sejak hari ketiga sampai keenam. BBL yang diberi makan lebih awal akan lebih cepat mengeluarkan tinja daripada mereka yang diberi makan kemudian. Tinja dari bayi yang disusui ibunya dan tinja dari bayi yang minum susu botol tidak sama. Tinja dari bayi yang disusui lebih lunak, berwarna kuning emas dan tidak mengiritasi kulit bayi.

Distensi otot lambung menimbulkan relaksasi dan kontraksi otot kolon. Akibatnya, bayi sering buang air besar saat diberi makan atau segera setelah itu. Keadaan ini dikenal dengan refleks gastrokolik. Bayi mulai memiliki pola defekasi pada minggu kedua kehidupannya. Dengan tambahan makanan padat, tinja bayi secara bertahap mulai menyerupai tinja orang dewasa.

 

à     Perilaku pemberian makan

Selera makan, gejala lapar, dan jumlah makanan yang dikonsumsi bayi setiap kali makan berbeda-beda. Jumlah yang dapat dimakan pada setiap pemberian makan tentunya tergantung pada ukuran bayi, tetapi ada faktor lain yang juga menentukan. Misalnya, saat bayi didekatkan ke payudara ibu, beberapa bayi dapat dengan segera mengisap dengan baik, sedangkan bayi lain membutuhkan waktu sampai 48 jam untuk belajar mengisap susu dari payudara ibu dengan baik. Gerakan tangan ke mulut secara acak dan gerakan mengisap jari sudah terlihat saat janin masih dalam kandungan. Tindakan ini semakin berkembang saat bayi lahir dan semakin intensif saat bayi lahir.

 

  • Sistem Hepatika

à     Penyimpanan besi

Apabila ibu mendapat cukup asupan besi selama hamil, bayi akan memiliki simpanan besi yang dapat bertahan sampai bulan kelima kehidupannya di luar rahim.

 

  • Sistem Imun

Sel yang menyuplai imunitas bayi berkembang pada awal kehidupan janin. Namun, sel-sel ini tidak aktif selama beberapa bulan. Selama tiga bulan pertama kehidupan, bayi dilindungi oleh kekebalan pasif yang diterima dari ibu. Bayi mulai menyintesis IgG dan mencapai sekitar 40% kadar IgG orang dewasa pada usia 9 bulan. IgA, IgD, dan IgE diproduksi secara lebih bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai sampai pada masa kanak-kanak dini. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI. Tingkat proteksi bervariasi tergantung pada usia dan kematangan bayi serta sistem imunitas yang dimiliki ibu.

 

  • Sistem Integumen

Semua struktur kulit bayi sudah terbentuk saat lahir, tetapi masih belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Verniks Caseosa juga berfusi dengan epidermis dan berfungsi sebagai lapisan pelindung. Kulit bayi sangat sensitif dan dapat rusak dengan mudah. Kulit sering terlihat berbercak, terutama di daerah sekitar ekstremitas. Tangan dan kaki terlihat sedikit sianotik.

à     Kaput suksedanum

Kaput suksedanum ialah edema pada kulit kepala, yang ditemukan dini. Tekanan verteks yang lama pada serviks menyebabkan pembuluh darah setempat mendapat penekanan, sehingga memperlambat aliran balik vena. Aliran balik vena yang melambat membuat cairan jaringan di kulit daerah kepala meningkat, shingga terjadi pembengkakan. Tonjolan edema, yang terlihat saat bayi lahit, memanjang sesuai garis sutura tulang tengkorank dan lenyap secara spontan dalam tiga sampai 4 hari.

à     Kelenjar Lemak dan Kelenjar Keringat

Kelenjar keringat sudah ada sejak bayi lahir, tetapi kelenjar ini tidak berespons terhadap peningkatan suhu tubuh. Terjadi sedikit hiperplasia kelenjar sebasea dan sekresi sebum akibat pengaruh hormon saat hamil. Walaupun kelenjar sebasea seuda terbentuk dengan baik saat bayi lahir, tetapi kelenjar ini tidak terlalu aktif pada masa kanak-kanak. Kelenjar-kelenjar ini mulai aktif saat produksi androgen meningkat, yakni sesaat sebelum pubertas.

 

 

  • Sistem Reproduksi

à     Wanita

Saat lahir ovarium bayi berisi beribu-ibu sel germinal primitif. Sel-sel ini mengandung komplemen lengkap ova yang matur karena tidak terbentuk oogonia lagi setelah bayi cukup bulan lahir. Korteks ovarium, yang terutama terdiri dari folikel promordial, membentuk bagian ovarium yang lebih tebal pada bayi baru lahir daripada oran dewasa. Jumlah ovum berkurang sekitar 90% sejak bayi lahir sampai dewasa.

Genitalia eksterna biasanya edematosa disertai pigmentasi yang lebih banyak. Pada bayi baru lahir cukup bulan, labia mayora dan minora menutupi vestibulum. Pada bayi prematur, klitoril menonjol dan labia mayora kecil dan terbuka.

à     Pria

Testis turun ke dalam skrotum pada 90% BBL laki-laki. Walaupun presentasi ini menurun pada kelahiran prematur, pada usia satu tahun insiden testis tidak turun pada semua anak laki-laki berjumlah kurang dari 1%. Spermatogenesis tidak terjadi sampai pubertas. Prepusium yang ketat seringkali dijumpai pada bayi baru lahir. Muara uretra dapa tertutup prepusium dan tidak dapat ditarik ke belakang selama tiga sampai empat tahun.

 

  • Sistem Skelet

Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang tubuh. Lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai. Wajah relatif kecil terhadap ukuran tengkorak yang, jika dibandingkan, lebih besar dan berat. Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi akibat molase.

Pada BBL, lutut saling berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai bawah terlihat agak melengkung. Saat baru lahir, tidak terlihat lengkungan pada telapak kaki. Ekstremitas harus simetris. Harus terdapat kuku jari tangan dan kaki. Garis-garis telapak tangan sudah terlihat. Terlihat juga garis pada telapak kaki bayi cukup bulan.

 

  • Sistem Neuromuskular

Pertumbuhan otak setelah lahir mengikuti pola pertumbuhan cepat, yang dapat diprediksi selama periode bayi sampai awal masa kanak-kanak. Pertumbuhan ini menajdi lebih bertahap selama sisa dekade pertama dan minimal selama masa remaja. Pada akhir tahun pertama, pertumbuhan serebelum, yang dimulai pada usia kehamilan sekitar 30 minggu, berakhir. Mungkin inilah penyebab otak rentan terhadap trauma nutrisi dan trauma lain semasa bayi.

Aktivitas motorik spontan dapat muncul dalam bentuk tremor sementara di mulut dan di dagu, terutama sewaktu menangis, dan pada ekstremitas, terutama pada lengan dan tangan. Tremor ini normal. Kontrol neuromuskular pada  BBL, walaupun masih sangat terbatas, dapat ditemukan. Apabila bayi baru lahir diletakkan di atas permukaan yang keras dengan wajah menghadap ke bawah, bayi akan memutar kepalanya ke samping untuk mempertahankan jalan napas. Bayi berusaha mengangkat kepalanya supaya tetap sejajar dengan tubuhnya bila kedua lengan bayi ditarik ke atas hingga kepala terangkat.

 

  • Sistem Termogenik

Termogenesis berarti produksi panas. Perawatan neonatus yang efektif didasarkan pada upaya mempertahankan suhu optimum udara di ruangan. Suhu tubuh dipertahankan supaya tetap berada pada batas sempit suhu tubuh normal dengan memproduksi panas sebagai respons terhadap pengeluaran panas. Hipotermia akibat pengeluaran panas secara berlebihan adalah masalah yang membahayakan hidup BBL. Kemampuan BBL untuk memproduksi panasa seringkali mendekati kapasitas orang dewasa. Akan tetapi, kecenderungan pelepasan panas yang cepat pada lingkungan yang dingin lebih besar dan sering menjadi suatu keadaan yang membahayakan bayi baru lahir.

à     Produksi Panas

Mekanisme produksi panas dengan cara menggigil jarang terjadi pada bayi baru lahir. Termogenesis tanpa menggigil dapat dicapai, terutama akibat adanya lemak coklat yang unik pada BBL dan kemudian dibentuk akibat peningkatan aktivitas metabolisme di otak, di jantung, dan di hati. Lemak coklat terdapat dalam cadangan permukaan, yeitu di daerah interskapula dan di aksila, serta di bagian yang lebih dalam, yaitu di pintu masuk toraks, di sepanjang kolumna vertebralis dan di sekitar ginjal.

Lemak coklat memiliki vaskularisasi dan persarafan yang lebih kaya daripada lemak biasa. Panas yang dihasilkan aktivitas metabolisme lipid di dalam lemak coklat dapat menghangatkan BBL dengan meningkatkan produksi panas sebesar 100%. Cadangan lemak coklat ini biasanya bertahan lama selama beberapa minggu setelah bayi lahir dan menurun dengan cepat jika terjadi stress dingin. Bayi yang tidak matur memiliki cadangan lemak coklat yang lebih sedikit saat lahir.

à     Pengaturan Suhu

Perbedaan anatomi dan fisiologis antara BBL dan orang dewasa ialah :

  1. Insulasi suhu pada BBL kurang, jika dibandingkan insulasi pada orang dewasa. Pembuluh darah lebih dekat ke permukaan kulit. Perubahan temperatur lingkungan akan mengubah temperatur darah, sehingga mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
  2. Rasio permukaan tubuh BBL lebih besar terhadap berat badan. Posisi fleksi BBL diduga berfungsi sebagai sistem pengaman untuk mencegah pelepasan panas karena sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan.
  3. Kontrol vasomotor BBL belum berkembang dengan baik, kemampuan untuk mengonstriksi pembuluh darah subkutan dan kulit sama baik pada bayi prematur dan pada orang dewasa.
  4. BBL memproduksi panas terutama melalui upaya termogenesis tanpa menggigil.
  5. Kelenjar keringat BBL hampir tidak berfungsi sampai minggu keempat setelah bayi lahir.

 

Bayi normal mungkin mencoba untuk meningkatkan suhu tubuh dengan menangis atau meningkatkan aktivitas motorik dalam berespons terhadap ketidaknyaman karena suhu lingkungan lebih rendah. Menangis meningkatkan beban kerja, dan penyerapan energi mungkin berlebihan, terutama pad bayi yang mengalami gangguan.

 

Mekanisme Kehilangan Panas pada BBL

 

Definisi Implikasi Keperawatan
  • Konveksi

Aliran panas dari permukaan tubuh ke udara yang lebih dingin

Pertahankan suhu udara di ruang rawat sekitar 24oC. Bungkus bayi untuk melindunginya dari dingin.
  • Radiasi

Kehilangan pnas dari permukaan tubuh ke permukaan padat lain yang lebih dingin tanpa kontak langsung satu sama lain, tetapi dalam kontak yang relatif dekat.

Letakkan tempat tidur bayi dan meja periksa jauh dari jendela
  • Evaporasi

Kehilangan panas yang terjadi ketika cairan berubah menjadi gas. Penguapan yang tidak terlihat disebut juga IWL

Keringkan bayi setelah lahir. Mandi dan keringkan dengan cepat dalam lingkungan udara yang hangat
  • Konduksi

Kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan yang lebih dingin melalui kontak langsung satu sama lain.

Begitu lahir, bungkus bayi dengan selimut hangat. Tempatkan di tempat tidur yang hangat.

KARAKTERISTIK PERILAKU

Karakteristik perilaku membentuk dasar kemampuan social bayi baru lahir. Pada penelitian saat ini, bayi baru lahir telah dilengkapi dengan kemampuan untuk memulai interaksi social dengan orangtuanya segera setelah lahir.

Karakteristik perilaku, misalnya, karakteristik fisik berubah selama periode transisi. Periode ini terdiri dari fase-fase stabil yang dilalui bayi dalam 6-8 jam pertama setelah lahir. Pengetahuan tentang fase-fase ini membantu meningkatkan ikatan dan keberhasilan dalam pemberian makan. Bayi baru lahir dapat berada dalam beberapa periode, diantaranya :

  • Periode pertama reaktivitas, bayi baru lahir berada dalam keadaan waspada-tenang. Mata terbuka dan awas. Bayi baru lahir dapat memfokuskan perhatian pada wajah orangtuanya dan menyimak suara, terutama ibu. Fase ini berlangsung sekitar 15 menit.
  • Fase kesadaran aktif. Selama periode awas yang aktif ini, bayi baru lahir sering melakukan gerakan mendadak aktif dan dapat juga menangis. Bayi memiliki refleks mengisap yang kuat dan dapat terlihat lapar. Ini adalah waktu yang baik untuk memulai pemberian ASI. Periode ini tersedia waktu untuk melakukan kontak mata agar bayi dapat berinteraksi dengan orangtuanya.
  • Periode tidak aktif ini bisa berlangsung selama 2-4 jam. Setelah 30 menit pertama, bayi akan mengatuk dan tertidur. Bayi baru lahir ini terlihat rileks dan tidak memberi respon dan sulit dibangunkan pada periode ini.
  • Periode aktivitas kedua. Sekali lagi, bayi baru lahir terjaga dan waspada serta menunjukan keadaan sadar dan tenang, aktif dan menangis. Periode ini dapat berlangsung selama 4-6 jam pada bayi normal. Bayi baru lahir menghisap, rooting, dan menelan serta menjadi tertarik untuk makan.

Siklus Tidur-Terjaga

Variasi tingkat kesadaran bayi baru lahir disebut siklus tidur-terjaga. Siklus ini membentuk siklus yang berkelanjutan, yang terdiri dari tidur yang dalam, narkosis, atau letargi di satu sisi dan iritabilitas di sisi lain. Ada 2 keadaan tidur, yaitu tidur yang dalam serta tidur yang tidak dalam dan ada 4 tahap terjaga, yakni keadaan mengantuk, waspada-tenang, waspada-aktif, dan menangis.

Bayi yang terorganisasi dapat memproses kejadian-kejadia eksternal tanpa menganggu fungsi fisiologis dan sistem perilaku bayi.

Respon Bayi yang Menggambarkan  Organisasi dan Disorganisasi

Organisasi Disorganisasi
Fungsi Fisiologis

  1. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan stabil
  2. Warna kulit stabil
  3. Menoleransi pemberian makan
Fungsi Fisiologis

  1. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan berfluktuasi, sehingga dapat menimbulkan apnea dan bradikardi
  2. Perubahan warna kulit dari merah muda menjadi pucat atau gelap.
  3. Banyak buang air besar dan tidak mampu menoleransi
  4. Cegukan atau bersin-bersin
  5. Tersedak atau menguap
  6. Tekanan darah tidak stabil
Fungsi Perilaku

  1. Gerakan tubuh sinkron dan lancar
  2. Transisi antara keadaan tidur dan terjaga berlangsung baik
  3. Penggunaan perilaku menghibur sendiri, seperti mengisap jari, gerakan tangan ke muka, mengubah posisi, dan menggerakan ekstremitas ke obyek hidup atau obyek tidak hidup
  4. Dapat dihibur oleh sumber-sumber dari luar, bila sedang kesal
  5. Kemampuan unutk ”menghindari” bahaya atau stimulus berulang dengan mengurangi gerakan tubuh atau mengatur dari keadan terjaga ke keadaan tidur
Fungsi Perilaku

  1. gerakan tubuh kacau dan gelisah, perubahan tonus otot menjadi lemah
  2. Tidak mampu mengatur keadaan, perubahan keadaan mendadak, dan keadaan terjaga memanjang
  3. Penggunaan perilaku menenangkan diri sendiri terbatas
  4. Tidak dapat ditenangkan
  5. Tidak mampu menghindari atau mengurangi respon motorik dan respon terhadap bahaya atau stimulus berulang.

 

Setiap tahap memiliki karakteristi keadaan dan perilaku terkait keadaan.tabel dibawah ini menunjukan keadaan perilaku dan perilaku menetap berdasarkan karakterisktik keadaan pada setiap tahapnya.

Keadaan Tahap Karakterstik Keadaan
Aktivitas tubuh Gerak Mata Mimik Wajah Pola Napas Tingkat Respon
Keadaan Tidur Tidur dalam Sangat nyenyak, tapi kadang-kadang terkejut atau kedutan Tidak ada Tanpa mimik wajah, tetapi kadang-kadang melakukan gerakan mengisap dengan interval teratur Lancar dan teratur Ambang terhadap stimulus sangat tinggi, sehingga hanya stimulus yang menganggu dan intensitasnya tinggi yang akan membangunkan bayi
  Tidur ringan Beberapa gerakan tubuh Gerakan mata cepat, mata berkedut dibalik kelopak mata Dapat tersenyum dan mengeluarkan suara rewel atau menangis Tidak teratur Lebih responsif terhadap stimulus internal dan eksternal. Saat stimulus muncul, bayi dapat tetap berada dalam keadan tidur ringan, kembali ke tidur malam, atau terjaga sampai mengantuk
Keadaan Terjaga Meng-antuk Tingkat aktivitas bervariasi, diselingi keadaan terkejut ringan dari waktu ke waktu. Gerakan biasanya halus Mata terbuka dan kadang-kadang tertutup, kelopak mata berat, tampak berkaca-kaca. Dapat memperlihatkan beberapa mimik wajah; seringkali tidak ada mimik wajah dan tampak tidur nyenyak Tidak teratur Bayi bereaksi terhadap stimulus walaupun respon tertunda. Keadaan berubah setelah stimulasi diberikan sering
Waspada-tenang Minimal Mata bersinar dan melebar Wajah tampak cerah, bersinar Teratur Perhatian bayi yang paling banyak tercurah pada lingkungan, memfokuskan perhatian pada setiap stimulus yang ada. Keadaan terjaga optimal.
Waspada-aktif Banyak aktivitas tubuh; memperlihatkan periode rewel Mata terbuka tetapi tidak terlalu cerah Banyak mimik wajah; wajah tidak secerah pada keadaan waspada-tenang Tidak teratur Semakin peka terhadap stimulus yang mengganggu (rasa lapar, letih, ribut, penanganan yang berlebihan)
Mena-ngis Aktivitas motorik meningkat disertai perubahan warna kulit Mata tertutup erat atau terbuka Menyeringai Lebih tidak teratur Respon ekstrim terhadap stimulus tidak menyenangkan yang berasal dari dalam atau luar

Faktor Lain yang Mempengaruhi Perilaku Neonatus

  • Usia Gestasi bayi dan tingkat kematangan SSP akan mempengaruhi perilaku yang terlihat.
  • Lama waktu untuk memulihkan diri akibat persalinan dan melahirkan akan mempengaruhi perilaku bayi baru lahir saat mereka mulai terorganisasi
  • Kejadian di lingkungan dan stimulus
  • Efek obat-obatan maternal yang diberikan selama persalinan kepada bayi baru lahir. (masih kontroversi)

Perilaku sensori

Penglihatan

  • Saat lahir, pupil bayi bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan memperlihatkan refleks mengedip dengan mudah.
  • Kelenjar air mata biasanya belum berfungsi sampai bayi berusia 2-4 minggu
  • Jarak pandang yang paling jelas ialah 17-20 cm, kira-kira jarak wajah bayi ke wajah ibu saat menyusui
  • Bayi baru lahir sensitif terhadap cahaya, bayi akan mengerutkan wajah bila suatu cahaya terang diarahkan ke wajahnya dan akan memalingkan kepala ke cahaya yang teduh.
  • Respon terhadap gerakan dapat dilihat.
  • Ketajaman penglihatan sangat menakjubkan, bahkan pada usia 2 minggu bayi dapat membedakan pola-pola garis yang berjarak 3 mm. Bayi biasanya menyukai melihat pola-pola berwarna hitam dan putih.
  • Sejak lahir, bayi telah mampu memusatkan pandangan dan memperhatikan secara intensif suatu obyek. Sehingga kontak mata sangat penting dalam interaksi orangtua-bayi.

Pendengaran

  • Segera setelah cairan amnion keluar dari telinga, pendengaran bayi sama dengan pedengaran orang dewasa.
  • Bayi baru lahir berespon terhadap bunyi berfrekuensi rendah, seperti denyut jantung atau suara yang meninabobokan mereka, dengan menurunkan aktivias motorik atau menangis.
  • Bayi berespon terhadap suara ibunya.

Sentuhan

  • Semua bagian tubuh bayi berespon terhadap sentuhan., reflek dapat dditunjukan dengan memukul-mukul.
  • Respon bayi baru lahir terhadap sentuhan menunjukan bahwa sistem sensorinya telah dipersiapkan untuk menerima dan memproses pesan-pesan taktil.

Pengecap

  • Bayi baru lahir mempunyai sistem kecap yang berkembang baik dan larutan yang berbeda menyebabkan bayi memperlihatkan ekspersi wajah yang berbeda.
  • Bayi baru lahir dilaporkan lebih menyukai air gula daripada air steri. (Pete, 1989)
  • perkembangan dini yang mencakup sensasi di sekitar mulut, aktivitas otot, dan pengecapan tampaknya merupakan persiapan bayi agar dapat hidup diluar rahim.

Penciuman

  • Indera  penciuman bayi baru lahir sudah berkembang baik saat bayi lahir.
  • Bayi baru lahir tampaknya memberikan reaksi yang sama dengan reaksi orang dewasa, bila diberi bau yang menyenangkan.
  • Bayi yang disusui mampu membaui ASI dan dapat membedakan ibunya dari ibu lain yang juga menyusui.

Respon terhadap Stimulus Lingkungan

Tempramen

Tiga gaya perilaku utama atau pola tempramen :

  1. anak yang menunjukan keteraturan fungsi tubuh dan beradaptasi terhadap perubahan dengan mudah, pada umumnya memiliki mood yang positif, ambang sensori yang moderat, dan menghadapi situasi atau obyek baru dengan suatu respon yang berintensitas moderat.
  2. anak yang lambat menjadi panas, yaitu anak yang memiliki tingkat aktivitas yang rendah, menarik diri ketika menjumpai stimulus baru untuk pertama kali, lambat beradaptasi, berespon dengan intensitas lambat, dan dalam beberapa hal memiliki mood yang negatif.
  3. anak yang tidak tenang, yaitu anak yang fungsi tubuhnya tidak teratur, tegang dalam bereaksi, memiliki mood yang negatif, resisten terhadap perubahan atau stimulus baru, dan sering kali menangis keras selama waktu yang lama.

Habituasi

  • Habituasi merupakan mekanisme proteksi.
  • Habituasi membuat bayi terbiasa dengan stimulus lingkungan.
  • Habituasi ialah suatu fenomena psikologis da fisiologis, dimana respon terhadap stimulus yang tetap atau berulang menurun.
  • Contohnya, pola respon terhadap suara yang berasal dari mainan atau dari tusukan jarum di tumit. Bayi baru lahir yang diberi stimulus baru akan membuka matanya lebar-lebar dan mengarahkan pandangannya untuk sesaat, tetapi pada akhirnya ia menjadi tidak tertarik lagi.

Konsolasi

  • Variasi kemampuan bayi baru lahir dalam menghibur diri mereka.
  • Contohnya, menangis merupakan salah satu inisiatif bayi dalam megurangi stres yang dialaminya. Gerakan tangan ke arah mulut, dengan atau tanpa mengisap.

Menggendong Bayi

  • Sangat penting bagi orangtua baru untuk menggendong bayi karena mereka dapat mengukur kemampuan mereka dalam merawat bayi baru lahir dengan melihat respon bayi tersebut terhadap tindakan mereka.

Iritabilitas

  • Beberapa bayi memiliki ambang sensori yang rendah.
  • Mereka mudah marah akibat suara asing , rasa lapar, basah atau pengalaman baru, dan mereka berespon dengan intens.

Menangis

  • Menangis pada bayi berarti berkomunikasi dan bisa menunjukan rasa lapar, nyeri, keinginan untuk diperhatikan, atau rasa tidak puas.

 

 

ASFIKSIA

 

Terminologi

Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan “sphinx” yang artinya “nadi”. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada nadi” atau “tidak berdenyut”. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lainnya (1).

Definisi

Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)

 

Klasifikasi Asfiksia

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR

  1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
  2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
  3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
  4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Etiologi Asfiksia

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (1,4):

© Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru, pneumonia, COPD.

© Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2 macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya vena jugularis akibat luka.

© Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya barbiturate, narkotika.

 

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

  1. Asfiksia dalam kehamilan
    1. Penyakit infeksi akut
    2. Penyakit infeksi kronik
    3. Keracunan oleh obat-obat bius
    4. Uraemia dan toksemia gravidarum
    5. Anemia berat
    6. Cacat bawaan
    7. Trauma
    8. Asfiksia dalam persalinan
      1. Kekurangan O2.

–      Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)

–      Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.

–      Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

–      Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.

–      Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

–      Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

–      Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

  1. Paralisis pusat pernafasan

–       Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps

–       Trauma dari dalam : akibat obet bius.

 

Penyebab asfiksia Stright (2004)

  1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
  2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
  3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
  4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
  5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

 

Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:

  1. Faktor Ibu

a. Hipoksia ibu

Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.

  1. Gangguan aliran darah uterus

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :

– Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.

– Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

– Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

  1. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

  1. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

  1. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :

  1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
  2. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

 

MANIFESTASI KLINIK

  1. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

  1. i.        Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
  2. ii.        Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
  3. iii.        Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
  4. Pada bayi setelah lahir
    1. Bayi pucat dan kebiru-biruan
    2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
    3. Hipoksia
    4. Asidosis metabolik atau respiratori
    5. Perubahan fungsi jantung
    6. Kegagalan sistem multiorgan
    7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu (1,5):

© Fase dispneu / sianosis

© Fase konvulsi

© Fase apneu

© Fase akhir / terminal / final

Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.

Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.

Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.

Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

 

Prosedur
PENATALAKSANAAN :

PENATALAKSANAAN KLINIS

  1. Tindakan Umum

–       Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.

–       Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.

–       Mempertahankan suhu tubuh.

  1. Tindakan khusus

–       Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.

–     Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

–       Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

 

Penatalaksanaan

  1. Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :
  2. Siapkan obat
  3. Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
  4. Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
    1. iv.    Tabung O2 terisi
    2. v.      Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
    3. Pada waktu bayi lahir :

Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.

Penatalaksanaan untuk Asfiksia :

Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.

Apgar Score I 7 – 10 :

  1. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
  2. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
  3. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.

Apgar Score I 4 – 6 :

  1. Jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
  2. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,maksimum 15 – 30 detik.
  3. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik yang dihangatkan

Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100

  1. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.

Apgar Score I 0 – 3 :

  1. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya
  2. Jangan diberi rangsangan taktil.
  3. Jangan diberi obat perangsang napas.
  4. Segera lakukan resusitasi.

RESUSITASI

Apgar Score 0 – 3 :

  1. Jangan diberi rangsangan taktil
  2. Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
  3. Mouth to tube atau pulmonator to tube
  4. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration atau mask and pulmonator respiration,kemudian bawa ke ICU.

Ventilasi Biokemial :

  1. Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
  2. Ventilasi tetap dilakukan.
  3. Pada detik jantung

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

  1. Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH
  2. Pemeriksaan fungsi paru
  3. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
  4. Gambaran patologi

 

 

PENGKAJIAN POSTNATAL DAN BAYI BARU LAHIR

Anamnesa

  1. Biodata
  • Nama ibu                   : Ny. A
  • Nama bayi                  : Bayi Ny. A
  • Jenis kelamin bayi      : perempuan
  • Tanggal/jam lahir      : 18 april 2010/ pukul 02.00 wib
  • Alamat                       : tidak teridentifikasi
  • Umur ibu                    : tidak teridentifikasi
  • Agama                                        : tidak teridentifikasi
  • Pekerjaan ibu                             : tidak teridentifikasi
  1. Menentukan para, abortus, dan jenis persalinan

Pada kasus, Ny.A mengalami para (melahirkan)  pukul 02.00 wib dengan usia kehamilan 38 minggu, dan jenis persalinan spontan (normal).

  1. Menentukan keluhan utama

Dalam kasus saat lahir bayi biru tidak ada usaha napas, dengan lilitan tali pusat 1x longgar.

  1. Faktor sosial

Alamat rumah tinggal, pekerjaan orang tua, orang-orang yang tinggal serumah, saudara kandung, sumber/ faktor pendukung lain, dan penyalahgunaan obat/ napza dilingkungan dekat.

  1. Menentukan kebutuhan untuk belajar

Mengidentifikasi pertanyaan dan kebutuhan belajar yang ingin diketahui. Dalam kasus tidak teridentifikasi, namun perkiraan kebutuhan belajar adalah perawatan bayi baru lahir.

  1. Penerimaan ibu dan keluarga terhadap kelahiran

Mengidentifikasi respon dan penerimaan ibu dan keluarga terhadap kelahiran untuk memprediksi keberlanjutan perawatan dan masalah yang mungkin muncul. Dalam kasus tidak teridentifikasi.

Pemeriksaan fisik

  1. Pada ibu
    1. Tanda-tanda vital
Elemen Data klien Nilai normal Interpretasi
Tekanan darah 100-120/70mmHg
Pernafasan 24x/mnt
Suhu 36,5-37,5oC
Denyut jantung 100x/mnt

 

  1. Pada bayi
    1. Tanda-tanda vital
Elemen Data bayi Variasi nilai normal Interpretasi
Tekanan darah 64/41 mmHg pada lengan
Frekuensi napas 72x/mnt 39-60x/mnt Tachipnea: ≥60x/mnt (RSD, sindrom aspirasi, hernia diafragmatika, takipnea sementara pada BBL [TTN])
Suhu 36,8oC 36,5-37,2oC Normal
Nadi Apikal: 160x/mnt Apikal: 120-140x/mnt Tachicardi: ≥160x/mnt (RSD)

 

  1. Kondisi awal bayi

Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan ? Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas? Apakah warna kulit bayi merah muda, pucat/biru?

Pada kasus, saat lahir bayi biru tidak ada usaha napas. Setelah bayi dilakukan suction delee, bayi dibawa ke radian penghangat, dipasang O2, dan dirangsang taktil, pada menit pertama tubuh sudah merah, usaha napas + spontan, gerak lemah, dan tangisan merintih.

  1. APGAR

Skor APGAR dilakukan pada menit pertama segera setelah kelahiran, menit kelima, dan menit kesepuluh. Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950). Lima hal pokok yang diperiksa:

a)       Appearance: Penampilan, yang dilihat dari warna kulit.

b)       Pulse: Frekuensi denyut jantung.

c)        Grimace: Usaha bernapas yang dilihat dari kuat lemahnya tangisan.

d)       Activity: Aktif atau tidaknya tonus otot.

e)       Reflex: Reaksi spontan atas rangsang yang datang

Tanda Skor Data kasus
0 1 2
Appearance Biru/ pucat Badan kemerahan, tungkai biru Semuanya merah muda Menit pertama: 1

Menit kelima: 2

Pulse Tidak teraba <100x/mnt >100x/mnt Menit pertama: 2

Menit kelima:  2

Grimace Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat Menit pertama: 1

Menit kelima: 2

Activity Lumpuh Gerakan sedikit/ ekstremitas agak fleksi Aktif/ ekstremitas fleksi Menit pertama: 1

Menit kelima: 0

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan Menit pertama: 1

Menit kelima: 2

Total skor pada kasus Menit pertama: 6

Menit kelima: 8

Interpretasi skor APGAR:

  • Nilai 10: Bayi memberi reaksi sangat baik pada semua pemeriksaan.
  • Nilai 7-10: bayi dianggap memiliki kemampuan adaptasi yang baik.
  • Nilai di bawah 7: Fungsi jantung dan paru-paru bayi tidak baik, sehingga perlu pertolongan.
  • Nilai 0: Bayi meninggal saat lahir.
  1. Antropometri
Item Data kasus Nilai normal Intepretasi
Lingkar kepala 36 cm 33-36,8 cm Normal
Lingkar dada 35 cm 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala

30-33 cm atau 30-34 cm

<33 cm: prematur
Lingkar perut 34 cm Ukuran sama dengan lingkar dada 30-34 cm Normal
Panjang badan 51 cm 45-55 cm Normal
Berat badan 3600 gram 2500-4000 gram Normal

 

  1. Pemeriksaan bagian tubuh

 

 

 

Area yang dikaji dan prosedur penilaian Temuan Normal Deviasi dari nilai normal : kemungkinan masalah  (etiologi)
Temuan rata-rata Variasi Normal
Postur

–    Inspeksi bayi baru lahir sebelum melakukan pengkajian yang mengganggunya.

–    Lihat lagi catatan ibu tentang presentasi,posisi, dan jenis persalinan (pervaginam atau operasi)

–       Puncak kepala (verteks): lengan, tungkai bawah dalam keadaan fleksi ringan, tangan menggenggam.

–       Bayi baru lahir tidak suka jika ekstremitasnya diluruskan untuk dikaji atau untuk diukur dan bisa menangis jika hal itu dipaksakan.

–       Apabila dibiarkan kembali pada posisi melingkar semula, ia akan berhenti menangis.

–       Gerakan spontan normal biasanya tidak sinkron secara bilateral (kaki bergerak seperti gerakan mengayuh sepeda), tetapi keduanya ekstensi.

–        Bokong sempurna (frank breech) : kaki lebih lurus dan kaku, bayi baru lahir akan memperlihatkan posisi di dalam rahim dalam beberapa hari.

–        Tekanan prenatal pada anggota gerak atau bahu bisa menyebabkan ketidaksimetrisan wajah untuk sementara atau menimbulkan tahanan saat ekstremitas ekstensi.

–        Hipotonia, postur rileks selagi tidak tidur (prematuritas atau hipoksia di dalam rahim atau maternal)

–        Hipertonia (ketergantungan obat, gangguan SSP)

–        Opistotonos (gangguan SSP)

–        Keterbatasan gerak pada ekstremitas.

Tanda-Tanda Vital

a.  Denyut jantung dan denyut nadi  (Toraks atau dada):

–    Inspeksi

–    Palpasi

–    Auskultasi

–    Apeks : katup mitral

–    Sela iga kedua, sebelah kiri sternum : katup pulmoner

–    Sela iga kedua di sebelah kanan, sternum : katup aorta.

–    Sambungan procesus xipoideus dan sternum : katup trikuspid.

 

b.Palpasi denyut femoral : letakkan jari-jari tangan pada ligamen inguinal di sekitar pertengahan antara simfisis pubis dan krista iliaka, teraba berdenyut secara bergantian pada kedua sisi.

 

c.Suhu

–  Aksila : cara terbaik sampai usia enam tahun

– Elektronik : probe termistor (hindari mengenai daerah tulang)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

d.Usaha dan frekuensi napas

– Observasi pernapasan ketika bayi dalam keadaan istirahat.

– Hitung pernapasan satu menit penuh

– Pantau apnea

– Dengarkan suara napas yang bisa terdengar tanpa stetoskop

– Observasi usaha napas

 

 

 

 

 

 

 

 

e. Tekanan Darah (biasanya dikaji hanya jika diduga ada maslah)

–  Monitor elektronik

–  Manset pengukur tekanan darah : lebar manset pengukur tekanan darah mempengaruhi hasil pemeriksaan , gunakan manset yang lebarnya 2,5 cm dan palapasi denyut radialis.

 

–         Pulsasi terlihat di sebelah kiri garis midklavikular, sela iga kelima.

–         Denyut di apeks, di sela iga keempat, frekuensi 120-160x/menit

–         Kualitas : bunyi pertama z(katup mitral dan katup trikuspid menutup) dan bunyi kedua (katup aorta dan katup pulmoner tertututp) harus terdengar tajam dan jelas.

 

 

 

–         Pulsasi femoral harus sama kuat

 

 

 

 

 

 

 

 

–         Aksila : 370C

Suhu stabil selama 8-10 jam setelah lahir.

Mekanisme menggigil belum berkembang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        40x/menit cenderung dangkal dan bayi tidak sedang tidur , kecepatan irama, dan kedalamannya tidak teratur.

–        Seharusnya tidak ada bunyi yang terdengar saat inspirasi atau ekspirasi

–        Bunyi napas : bronkial, keras, jelas, dekat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        78/42 (kira-kira)

–        Pada waktu lahir : sistolik (60-80 mmHg), diastolik (40-50 mmHg)

–        Setelah 10 hari : sistolik (95-100 mmHg), diastolik (sedikit meningkat)

 

 

 

–        100 (tidur) sampai 160 (menangis), bisa tidak teratur untuk periode singkat, terutama setelah menangis.

–        Murmur terutama di atas bagian bawah atau pada batas sternum kiri, pada sela iga ketiga atau keempat (secara anatomis foramen ovale menutup pada usia sekitar satu tahun)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        36,50 C sampai 37,20 C

–        Penurunan panas : 200 kkal/kg/ menit malalui evaporasi, konduksi, konveksi, radiasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        30 sampai 60 kali/menit, bisa terlihat sebagai pernapasan Cheyne Stokes dengan periode apnea singkat dan tanpa bukti distres pernapasan.

–        Periode pertama (reaktivitas) : 50-60x/menit

–        Periode kedua : 50-70x/menit

–        Stabilisasi (satu sampai dua hari : 30-40x/menit.)

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Bervariasi seiring perubahan tingkat aktivitas : terjaga, menangis, tidur.

 

–        Takikardi : persisten, ≥ 160 (RDS)

–        Bradikardia : persisten, ≤ 120 (blok jantung kongenital)

–        Murmur (dapat merupakan murmur fungsional)

–        Aritmia : kecepatan tidak teratur.

–        Bunyi : berjarak (pneumomediatinum), kualitas buruk, ekstra, jantung pada sisi kanan dada (dekstrokardia, sering disertai usus halus yang berbalik (reversal intestines)).

 

 

–        Denyut femoral tidak teraba atau lemah (displasia di pinggang, koarktasi aorta, tromboplebitis)

 

 

 

 

 

–        Subnormal (prematur, infeksi, temperatur lingkungan rendah, pakaian tidak cukup tebal, dehidrasi)

–        Meningkat (infeksi, temperatur lingkungan tinggi, pakaian terlalu tebal, berada dekat unit pemanas atau terpapar langsung sinar matahari, kecanduan obat, diare, dehidrasi)

–        Temperatur tidak stabil 10 jam setelah lahir, jika ibu mendapat magnesium sulfat, bayi baru lahir kurang mampu mempertahankan panas melalui vasokontriksi, pemberian analgesik pada ibu dapat mengurangi kestabilan suhu pada bayi baru lahir.

 

–        Episode apnea : ≥ 15 detik (bayi prematur : pernapasan periodik, bayi cepat menjadi hangat atau menjadi dingin)

–        Bradipnea : ≤ 25x/menit (narkosis pasa ibu akibat analgesik atau anestesik, trauma lahir)

–        Takipnea : ≥ 60x/menit (RDS, sindrom aspirasi, hernia diafragmatika, takipnea sementara pada bayi baru lahir (Transient Tachypnea of Newborn))

–        Bunyi : krekels, ronkhi, mengi (cairan dalam paru-paru), ekspirasi berbunyi (penyempitan bronkus), Bukti distres adalah pernapasan dengan cuping hidung, retraksi, kesulitan napas (RDS, cairan di dalam paru-paru)

 

–        Berbeda antara tekanan ekstremitas atas dan bawah (koarktasio aorta)

–        Hipotensi (sepsis, hipovolemia)

–        Hipertensi (koarktasio aorta)

Berat

–    Letakkan kain atau kertas pelindung dan atur skala timbangan ke titik nol.

–    Timbang pada waktu sama setiap hari.

–    Lindungi bayi baru lahir supaya tidak kahilangan panas.

 

–        Wanita 3,4 kg

–        Pria 3,5 kg

–        Berat sama dengan berat lahir dalam dua minggu pertama

 

–        2,5-4 kg

–        Penurunan berat badan normal : 10% atau kurang

–        Bayi kulit putih biasanya ¼ kg lebih lebih berat dari bayi ras lain.

–        Bayi kedua lebih berat daripada bayi pertama.

 

–        Berat ≤ 2500 gr (prematur, kecil untuk masa kehamilan, sindrom  rubella)

–        Berat ≥ 4000 gr (berat lebih besar, diabetes maternal, herediter)

–        Penurunan berat  > 10 % (dehidrasi)

Panjang

Ukur panjang badan dari ujung kepala sampai ke tumit, sulit diukur pada bayi cukup bulan karena adanya molase, ekstensi lutut tidak sempurna.

 

50 cm

 

45 sampai 55 cm

 

< 45 atau > 55 cm (penyimpangan kromosom, herediter)

Lingkar Kepala

–    Ukur kepala pada diameter terbesar : lingkar oksipitofrontalis

–    Pengukuran dapat dilakukan pada hari kedua atau ketiga setelah  molase dan kaput suksedaneum mereda.

 

–        33 sampai 35 cm

–        Ukuran lingkar kepala dan lingkar dada bisa hampir sama selama satu sampai dua hari setelah lahir.

 

32 sampai 36,8 cm

 

–        Kepala kecil ≤ 32 cm : mikrosefalus (rubela, toksoplasmosis, penyakit inklusi sitomegali)

–        Hidrosefalus : sutura, teregang, lebar lingkar kepala ≥ 4 cm lebih besar darippada dada.

–        Peningkatan tekanan intrakranial (perdarahan, lesi yang memakan tempat)

Lingkar Dada

Ukur pada garis buah dada

 

 

Dua sentimeter lebih kecil daripada lingkar kepala : rata-rata sekitar 30-33 cm

   

≤ 30 cm (prematur)

Lingkar abdomen

Ukur di bawah umbilikus

 

–        Abdomen membesar setelah bayi diberi makan karena otot abdomen meregang.

–        Ukuran sama dengan lingkar dada.

   

Pembesaran abdomen di sela waktu makan (massa di abdomen atau hambatan di traktus intestinal)

Integumen

–    Warna

–    Inspeksi dan palpasi :

Inspeksi bayi baru lahir telanjang di bawah penerangan lampu yang adekuat, udara yang hangat, sinar matahari merupakan sumber cahay yang paling baik.

–    Inspeksi bayi baru lahir ketika tenang dan aktif

 

 

 

 

–    Periksa adanya ikterik

 

 

 

–    Tanda lahir :

Inspeksi dan palpasi untuk melihat lokasi , ukuran , distribusi, karakteristik, warna.

–    Kondisi :

Inspeksi dan palapasi keutuhan, kehalusan, tekstur, adanya edema.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–    Hidrasi dan konsistensi

Timbang bayi secara rutin

Inspeksi dan palpasi : dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk, secara perlahan cubit kulit di daerah perut dan paha bagian dalam untuk memeriksa turgor.

–    Periksa simpanan lemak subkutan (lapisan adiposa) di pipi dan bokong.

 

–    Periksa pengeluaran urin

 

 

–    Verniks kaseosa :

Observasi jumlahnya, warna dan baunya sebelum bayi dimanndikan atau di lap.

Apabila tidak terlihat di permukaan tubuh, coba periksa di daerah aksila dan lipat paha.

 

 

–    Lanugo

Inspeksi rambut yang halus ini, jumlah, distribusi.

 

–         Biasanya merah muda

–         Bervariasi setiap etnik, pigmentasi mulai menjadi lebih gelap di lapisan basal epidermis segera setelah lahir.

–         Akrosianosis terutama jika kedinginan.

 

 

 

 

 

 

 

 

–         Tidak ada saat bayi lahir

 

 

 

–         Hiperpigmentasi sementara (areola, genitalia, linea nigra)

 

 

 

–         Tidak ada edema kulit.

–         Opacity : beberpa pembuluh darah besar tterlihat tidak jelas di abdomen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–         Dehidrasi : indikator terbaik ialah kehilangan berat

–         Setelah cubitan dilepas, kulit segera kembali ke keadaan semula.

 

 

 

 

 

 

–         Berkemih 24 jam setelah lahir

–         Berkemih 6 sampai 10 kali per hari.

 

–         Keputihan, seperti keju dan tidak berbau.

 

 

 

 

 

 

 

–         Di daerah bahu, pinna telinga, dahi.

 

–        Mottling

–        Tanda Harlequin

–        Pletora

–        Telangiektasis (gigitan burung bangau atau hemangioma kapiler)

–        Eritema toksikum/ neonatorum (ruam pada bayi baru lahir)

–        Milia

–        Petekie di daerah presentasi

–        Ekimosis akibat kelahiran menggunakan forseps atau ekimosis di bokong dan tungkai pada kelahiran sungsang.

 

–        Ikterik psikologis dialami 50% bayi cukup bulan

 

 

–        Bintik mongolia (Bayi kulit hitam, keturunan Asia dan Amerika Asli 70%, bayi kulit putih 9 %)

 

–        Agak tebal : kerak di permukaan, mengelupas, terutama di tangan dan kaki.

 

–        Tidak ada pembuluh darah yang terlihat , beberapa pembuluh darah besar terlihat di daerah abdomen.

–        Sedikit goresan kuku jari

 

 

 

 

 

 

 

–        Kehilangan berat badan normal setelah lahir sampai 10 % berat lahir

–        Bisa terasa bengkak

–        Jumlah lemak subkutan berbeda-beda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Jumlah bervariasi, biasanya lebih banyak terdapat pada lipatan kulit.

 

 

 

 

 

 

 

–        Jumlah bervariasi

 

 

–        Sianosis (hipotermia, infeksi, hipoglikemia, penyakit kardiopulmoner, malformasi jantung, neurologis, atau pernapasan)

 

 

 

–        Petekie di daerah lain (defisiensi faktor pembekuan, infeksi)

–        Ekimosis di daerah lain (penyakit hemoragi, kelahiran traumatik)

 

 

 

–        Kelabu (hipotensi, perfusi buruk)

–        Ikterik dalam 24 jam pertama (isoimunisasi Rh)

 

–        Hemangioma

–        Nervus flameus : portwine stain

–        Nevus vaskulosa : tanda strawberi.

 

–        Hemangioma kavernosa

–        Edema di tangan, kaki, pitting di tibia.

–        Tekstur tipis, licin, atau ketebalan sedang, terdapat ruam atau pengelupasan kulit superfisial.

–        Banyak pembuluh darah terlihat di daerah abdomen (prematur)

–        Tekstur tebal, seperti perkamen, pecah-pecah, mengelupas (pascamatur)

–        Kulit lebih (skin tag), seperti jala

–        Papula, pustula, vesikel, ulkus, maserasi (impetigo, kandidiasis, herpes, ruam akibat penggunaan popok)

 

–        Longgar, kulit keriput (prematur, pascamatur, dehidrasi : lipatan kulit menetap setelah cubitan dilepas)

–        Kulit tegang berkilat (edema, sangat dingin, syok, infeksi)

–        Kekurangan lemak subkutan, klavikula dan tulang iga tampak menonjol (prematur, malnutrisi)

 

 

 

 

 

–        Tidak ada (pascamaturitas)

–        Berlebihan (prematuritas)

–        Warna kuning (kemungkinan anoksia janin 36 jam atau lebih sebelum bayi lahir, Rh atau inkompatibilitas ABO)

–        Warna hijau (kemungkinan pelepasan m ekonium atau adanya bilirubin dari rahim)

–        Bau (kemungkinan infeksi intrauterin)

 

–        Tidak ada (pascamaturitas)

–        Berlebihan (prematuritas, terutama jika lanugo berlebihan dan panjang serta tebal di punggung)

Kepala

–    Palpasi kulit

 

 

–    Inspeksi bentuk dan ukuran

 

 

 

–    Palpasi, inspeksi, ukur fontanel

 

 

 

 

 

–    Palpasi sutura

 

 

 

–    Inspeksi pola, distribusi, jumlah rambut, raba tekstur

 

 

 

 

–         Besarnya seperempat panjang tubuh

–         Molase

 

–         Fontanel anterior 5 cm seperti berlian, meningkat setelah molase berkurang

–         Fontanel posterior segitiga, lebih kecil daripada anterior.

 

 

 

–         Sutura teraba dan tidak menyatu

 

 

 

–         Keperakan, helai rambut satu-satu, mennempel datar pada kulit kepala : pola pertumbuhan adalah menuju muka dan leher.

 

–        Kaput suksedaneum, bisa memperlihatkan adanya ekimosis

 

–        Sedikit tidak simetris akibat posisi di dalam rahim

 

–        Ukuran fontanel bervariasi sesuai dengan derajat molase.

–        Fontanel bisa sulit diraba akibat molase

 

 

 

 

–        Sutura bisa tumpang tindih akibat molase

 

 

 

–        Jumlah bervariasi

 

–        Sefalhematoma

 

 

–        Molase : molase berat (trauma lahir)

 

 

–        Fontanel

Penuh, menonjol (tumor, perdarahan, infeksi)

Besar, datar ,lunak (malnutrisi, hidrosefalus, retardasi usia tulang, hipotiroid)

Mencekung (dehidrasi)

 

–        Sutura

Lebar (hidrosefalus)

Penutupan prematur

 

–        Halus, seperti wol (prematur)

Melingkar, berpola, kasar, rapuh (penyakit endokrin atau genetik)

Mata

–    Letak di wajah

 

 

 

 

–    Bentuk dan ukuran simetris

 

 

–    Kelopak mata : ukuran, gerakan, kedipan

 

 

–    Rabas

 

–    Bola mata : keberadaan. Ukuran, bentuk

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–    Pupil

 

 

 

–    Gerakan bola mata

 

 

 

–        Kedua mata dan jarak antar mata masing-maasing 1/3 jarak dari bagian luar kantus ke bagian luar kantus yang lain.

 

–        Ukuran, bentuk simetris

–        Refleks mengedip

 

–        Lipatan epikantus : merupakan karakteristik ras yang normal

 

 

–        Tidak ada

 

–        Tidak ada air mata

–        Kedua bola mata ada dan ukuran sama, keduanya bulat dan padat

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Ada, ukuran sama, bereaksi terhadap cahaya

 

 

–        Acak, menyentak, tidak sama, dapat fokus sebentar, dapat melihat ke arah garis tengah.

 

 

 

 

 

 

 

–         Edema jika ditetesi perak nitrat

 

 

 

 

 

 

–         Keluar cairan, jika diberi perak nitrat

 

–         Kadang-kadang ada air mata

–         Perdarahan subkonjunktiva

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–         Strabismus atau nistagmus sementara sampai bulan ketiga atau keempat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Lipatan epikantus jika disertai tanda-tanda lain (gangguan kromosom, seperti sindrom down, sindrom cri du chat)

 

 

–        Tidak terbentuk atau tidak terdapat satu atau kedua bola mata. Ukuran bola mata kecil (sindrom rubella)

–        Lensa keruh atau tidak ada refleks merah (katarak kongenital, mungkin akibat rubella)

–        Lesi : koloboma, sebagian iris tidak ada (konggenital)

–        Iris berwarna merh  muda (albino)

–        Sklera ikterik (hiperbilirubinemia)

–        Rabas : purulen (infekksi)

 

–        Pupil : tidak sama, kontriksi, dilatasi, terfiksasi (tekanan intrakranial), obat-obatan, tumor

 

–        Strabismus persisten

–        Mata seperti boneka (peningkatan tekanan intrakranial)

–        Mata sayu (sunset) akibat peningkatan tekanan intrakranial

–        Ujung mata sebelah dalam berdempetandi garis tengah (sindrom Cornelia de lange)

Hidung

–   Observasi bentuk, letak, kepatenan, konfigurasi tulang hidung

 

–        Garis tengah

–        Tampak tidak ada tulang hidung, datar, lebar

–        Teradapat sedikit mukus tetapi tidak ada lendir yang keluar

–        Bersin untuk membersihkan hidung

 

–        Terdapat sedikit deformitas akibat tekanan jalan lahir

 

–        Banyak cairan dengan atau tanpa periode reguler sianosis saat istirahat dan kembali merah muda saat menangis (atresia koanal, sifilis kongenital)

–        Malformasi (sifiliis kongenital, gangguan kromosom)

–        Napas cuping hidung (distres pernapasan)

Telinga

–    Observasi bentuk, letak di kepala, jumlah kartilago, kanal auditory terbuka

 

 

 

 

–    Pendengaran

 

–        Letak sesuai : garis sepanjang kantus luar dan kantus dalam mata harus mengenai garis atas telinga (pada sambungan dengan kulit kepala)

–        Tulang rawan padat dengan bentuk yang baik

 

–        Berespons terhadap suara dan bunyi lain

 

–         Ukuran : kecil, besar, lentur Tuberkel Darwin (nodul pada heliks posterior)

 

 

 

 

 

–         Keadaan mempengaruhi respons

 

–        Tidak terebentuk

–        Tidak ada tulang rawan (prematur)

–        Letak rendah (gangguan kromosom, retardasi mental, gangguan ginjal)

–        Preaurikular tag

–        Ukuran : terlalu menonjol

–        Tuli : tidak berespon terhadap bunyi

Wajah

Observasi wajah secara menyeluruh

 

Bayi tampak “normal”, raut wajah tampak sesuai, letak proporsional terhadap wajah, simetris

 

Deformitas posisi

 

Bayi tampak “aneh” atau “lucu”

Biasanya disertai gambaran lain, seperti telinga letak rendah dan gangguan struktural lain (herediter, penyimpangan kromosom)

Mulut

–   Inspeksi dan palpasi

Letak pada wajah

Bibir : warna, konfigurasi gerakan

 

 

 

 

 

–   Gusi

 

 

–   Lidah : perlekatan, ukuran, gerakan

 

 

–   Pipi

 

 

–   Palatum (Lunak, keras)

Lengkung

Uvula

–   Dagu

 

 

–   Saliva ; jumlah, karakter

 

–   Refleks

Rooting

Mengisap

Ekstrusi

 

–        Gerakan bibir simetris

 

 

 

 

 

 

 

–        Gusi berrwarna merah muda

 

 

–        Lidah tidak menonjol, bergerak bebas, bentuk dan gerakan simetris

 

–        Bakal pengisap di dalam lidah

 

 

–        Palatum lunak dan palatum keras utuh

–        Uvula di garis tengah

 

–        Celah di dagu

 

 

 

 

–        Terdapat refleks

 

–        Sianosis sirkumoral sementara

 

 

 

 

 

 

 

–        Inklusi kista (mutiara Epstein)

 

 

–        Frenulum pendek

 

 

 

 

 

–        Celah anatomis di palatum untuk tempat puting susu, hilang pada usia tiga sampai empat tahun

 

 

 

 

 

–        Respon refleks tergantung pada tingkat kesadaran dan rasa lapar

 

–        Anomali luas, mencakup letak, ukuran, bentuk (celah bibir dan atau celah palatum, celah gusi)

–        Sianosis, pucat sirkumoral (distres pernapasan, hipotermia)

–        Gerakan bibir tidak simetris (paralisis saraf kranial ke 7 )

 

–        Gigi : predesidua atauu desidua (herediter)

 

–        Makroglosia (prematur, gangguan kromosom)

 

 

–        Sariawan : plak putih di pipi atau lidah yang berdarah jika disentuh (candida albicans)

 

–        Celah palatum keras atau palatum lunak

 

 

–        Mikrognatia (Piere Robin atau sindrom lain)

 

–        Saliva berlebihan (atresia esofagus, fistula trakeoesofageal)

 

–        Tidak ada (prematur)

Leher

–   Inspeksi dan palpasi

Panjang

 

–   Muskulus sternokleidomastoideus gerakan dan posisii kepala

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Trakea : posisi, kelenjar tiroid

 

–        Pendek, tebal, dikelilingi lipatan kulit, tidak ada selaput (no webbing)

 

–        Kepala terletak tepat di garis tengah, muskulus sternokleidomastoideusmsama kuat, tidak ada massa

 

–        Bebas bergerak dari satu sisi ke sisi lainnya dan bebas melakukan ekstensi dan fleksi, tidak dapat menggerakkan dagu sampai melampaui bahu.

 

–        Tiroid tidak teraba

 

 

 

 

–        Deformitas posisii sementara terlihat jelas pada saat bayi istirahat : kepala dapat digerakkan secara pasif

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Webbing (Sindrom Turner)

 

 

–          Keterbatasan gerak; posisi kepala membentuk sudut (tortikolis, leher miring, opistotonus)

 

–        Tidak mampu mengendalikan kepala (prematur, sindrom down)

 

 

 

 

–        Massa (tirooid membesar)

–        Vena distensi (gangguan kardiopulmoner)

–        Selaput kulit (skin tag)

Dada

–   Inspeksi dan palapasi

Bentuk

 

 

 

–   Gerak pernapasan

 

 

 

–   Klavikula tulang iga

 

 

–   Puting susu : ukuran, letak, jumlah

 

 

 

–   Jaringan payudara

 

–   Auskultasi

Bunyi dan kecepatan denyut jantung dan bunyi napas

 

–        Hampir bulat, berbentuk tong

 

 

 

 

–        Gerakan dada simetris, gerakan dada dan perut secara sinkron dengan pernapasan

 

 

 

 

–        Puting susu menonjol, sudah terbentuk dengan baik, letak simetris

 

 

–        Nodul payudara : kira-kira 6 mm pada bayi cukup bulan

 

 

 

–        Ujung sternum menonjol

 

 

 

 

–        Kadang-kadang retraksi, terutama ketika menangis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Nodul payudara : 3 sampai10 mm

–        Sekresi susu palsu

 

 

 

–        Dada cembung, gerakan tidak sama (pneumotoraks, pneumomediastinum)

–        Malformasi (dada corong atau tunnel- pektus ekskavatum)

 

–        Retraksi dengan atau tanpa distres pernapasan (RDS, prematur)

 

–        Fraktur klavikula (trauma)

–        Perkembangan rangka tulang iga dan otot-otot yang buruk (prematur)

 

–        Jumlah lebih dari kondisi normal, di sepanjang garis puting susu.

–        Malposisi atau jarak antar puting lebar.

 

–        Tidak memiliki jaringan payudara (prematur)

 

–        Bunyi : bising usus

Abdomen

–   Inspeksi, palpasi, dan baul tali pusat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Inspeksi ukuran abdomen dan palpasi kontur abdomen

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Auskultasi bising usus dan perhatikan jumlah, banyak, dan karakter tinja serta perilaku-menangis, gelisah-sebelum dan selama eliminasi

 

–   Warna

 

 

 

–   Gerakan saat bernafas

 

 

Genitalia

Wanita

–   Inspeksi dan palpasi

  • Penampilan umum
  • Klitoris
  • Labia mayora

 

 

 

  • Labia Minora

 

 

  • Rabas Vagina

 

 

 

 

 

  • Meatus Urinarius

 

 

 

 

Laki-laki

–   Inspeksi dan palpasi

  • Penampilan umum
  • Penis

Meatus urinarius

 

 

 

Prepusium

 

 

  • Skrotum
  • Rugae

 

 

 

 

  • Testis

 

  • Berkemih

 

  • Refleks

Ereksi

Kremater

 

 

 

Ekstremitas

Umum

–          Inspeksi dan palpasi

  • Derajat fleksi
  • Rentang pergerakan   sendi
  • Kesimetrisan gerak
  • Tonus otot

 

–          Klavikula

 

–          Lengan dan tangan

  • Inspeksi dan palpasi

 

  • Warna
  • Keutuhan

 

  • Letak tubuh

 

–          Jumlah jari

–          Palpasi humerus

 

 

 

 

 

–          Persendian

  • Bahu
  • Siku
  • Pergelangan tangan
  • Jari

–          Refleks : menggenggam

 

–          Tungkai dan kaki

Inspeksi dan palpasi

  • Warna
  • Keutuhan
  • Panjang sehubungan dengan lengan dan tubuh dan satu dengan lain
  • Lipatan gluteus mayor
  • Jumlah jari kaki
  • Femur
  • Kepala femur saat tungkai fleksi dan abduksi ; letak pada asetabulum
  • Telapak kaki

 

 

 

 

–          Persendian

  • Panggul
  • Lutut
  • Pergelangan kaki
  • Jari kaki

–          Refleks

 

Punggung

–          Anatomi

Inspeksi dan palpasi

  • Tulang punggung
  • Bahu
  • Scapula
  • Krista iliaka
  • Pangkal tulang

Punggung-daerah pilonidal

–          Refleks (berkaitan dengan tulang punggung)

–          Periksa refleks

 

Anus

–          Inspeksi dan palpasi

  • Tempat
  • Jumlah
  • Patensi

 

–          Tes untuk respon sfingter (refleks “berkedut”yang aktif)

–          Pantau hal-hal berikut

  • Distensi abdomen
  • Pengeluaran mekonium
  • Pengeluaran feses dari lubang di sekitar anus

 

Tinja

 

 

 

–        Dua arteri, satu vena

–        Putih keabu-abuan

–        Batas antar tali pusat dan kulit jelas, tidak ada struktur usus halus di dalam tali pusat.

–        Kering di dasar, mengering

–        Tidak berbau

–        Klem tali pusat tetap berada di tempatnya selama 24 jam

 

 

 

 

–        Bulat, menonjol, berbentuk seperti kubah karena otot-otot abdomen belum berkembang sempurna

–        Hati bisa teraba 1 sampai 2 cm di bawah batas atas iga kanan

–        Tidak teraba masa

–        Tidak  distensi

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Bunyi usus terdengar satu sampai dua jam setelah lahir

–        Mekonium keluar 24 sampai 48 jam setelah lahir

 

 

 

 

 

 

–        Pernafasan utama : diafragmatika, gerakan abdomen dan dada sinkron

 

 

 

 

–        Kelamin wanita

–        Biasanya edema

–        Biasanya edema, menutupi labia minora pada bayi yang cukup bulan

 

 

–        Keluar dari labia mayora

 

 

–        Smegma

–        Orifisium terbuka

–        Rabas mukoid

–        Terdapat selaput vagina atau hymen

 

 

–        Di bawah klitoris, sulit dilihat-perhatikan saat berkemih

 

 

 

 

 

–        Kelamin pria

–        Meatus di ujung penis

 

 

 

 

–        Prepusium menutupi glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang

 

–        Besar, edematosa , pendulosa pada bayi cukup bulan; ditutupi rugae

 

 

 

–         Teraba pada setiap sisi

 

–        Berkemih dalam waktu 24 jam , aliran adekuat, jumlah adekuat

 

–        Ereksi bisa terjadi spontan dan ketika alat kelamin disentuh

–        Testis retraksi, terutama bila bayi baru lahir kedinginan

 

 

 

–        Mempertahankan posisi di dalam rahim

–        Sikap umumnya fleksi

 

–        Rentang pergerakan sendi penuh, gerakan spontan

 

 

 

–        Utuh

 

–        Lebih panjang dari tungkai bawah pada periode baru lahir

 

 

–        Kontur dan gerakan simetris

 

 

 

–        Lima jari pada setiap tangan

–        Tangan sering menggenggam dengan ibu jari berada di dalam genggaman

 

 

 

 

–        Rentang pergerakan sendi penuh;kontur simetris

 

 

 

 

 

 

 

–        Tampak melengkung karena otot lateral berkembang lebih baik daripada otot medial

 

 

 

–        Lipatan gluteus mayor sama

 

–        Lima jari pada setiap kaki

–        Femur harus utuh

–        Tidak terdengar bunyi klik ; kepala femur tidak melampaui asetabulum

–        Telapak kaki bergaris normal (atau keriput) pada bayi cukup bulan

–        Lapisan lemak pada telapak kaki membuat kaki terlihat datar

–        Rentang pergerakan sendi penuh, kontur simetris

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Tulang punggung lurus dan mudah fleksi

–          Bayi dapat mengangkat dan menahan kepala sebentar saat tengkurap

–          Bahu, scapula, dan Krista iliaka harus berada pada bidang yang sama

 

 

 

 

 

 

–          Satu anus dengan tonus sfingter yang baik

–          Pengeluaran mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir

–          Refleks “berkedut” sfingter ani baik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Mekonium diikuti tinja sementara berwarna kuning dan lunak

 

–        Hernia umbulikus yang tidak dapat dikembalikan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Diastasis otot-otot abdomen

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Linea nigra bisa terlihat jelas; mungkin karena pengaruh hormon selama hamil

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Pigmentasi meningkat, disebabkan oleh hormon kehamilan

–        Edema dan ekimosis setelah kelahiran sungsang

 

 

–        Bercak darah akibat pseudomenstruasi yang disebabkan oleh hormon kehamilan

 

–        Terdapat sedikit verniks kaseosa di antara labia

 

 

 

 

–        Urin berwarna seperti warna karat (Kristal asam urat) (untuk memastikan apakah warna karat berasal dari asam urat atau dari darah, cuci dengan air hangat; asam urat akan tercuci, darah tidak)

 

 

–        Ukuran dan pigmentasi meningkat akibat hormon kehamilan

 

 

 

–        Prepusium dibuang jika bayi disunat

–        Ukuran alat kelamin sangat bervariasi

 

 

–        Edema di skrotum dan terdapat ekimosis dan jika kelahirean sungsang

–        Hidrokel, kecil dan tidak menyatu (non-communicating)

 

 

 

–        Teraba tonjolan di kanal inguinalis

 

–        Urine berwarna seperti warna karat (kristal asam urat)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Deformitas (posisi) sementara

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Tremor ringan bisa terlihat sewaktu-waktu

 

 

–          Ada sedikit akrosianosis, terutama ketika menggigil

 

 

–          Garis tangan tunggal pada satu tangan sering ditemukan pada bayi keturunan Asia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Kaki berputar ke dalam tetapi dapat dengan mudah dirotasi keluar , defek posisi juga cenderung menjadi baik ketika bayi menangis

–          Akrosianosis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Deformitas posisi yang ringan dan sementara dan dapat dikoreksi dengan manipulasi pasif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Pengeluaran mekonium dalam 48 jam setelah bayi lahir

 

–        Satu arteri (anomlai interna)

–        Mekonium (distres intrauteri)

–        Talii pusat berdarah atauu mengeluarkan cairan (penyakit perdarahan)

–        Kemerahan atau ada rabas di sekitar tali pusat (infeksi, kemungkinan urakus persisten)

–        Hernia : herniasi isi perut ke daerah sekitar tali pusat (misalnya omfalokel), defek ini dilapisi oleh membran tipis yang mudah pecah, bisa menyebar.

–        Gastroskisis : fisura rongga abdomen.

 

–        Distensi pada saat lahir (viskus rupture, massa atau malformasi genitourinarius : hidronefrosis, teratoma , tumor abdomen)

–        Penyimpangan ringan (pemberian makanan berlebihan, obstruksi traktus gastrointestinal atas)

–        Penyimpangan berat (obstruksi traktus gastrointestinal bawah, imperforasi anus)

–        Penyimpanagn berkala atau sementara (pemberian makanan yang berlebihan )

–        Obstruksi usus halus sebagian (stenosis usus)

–        Malrotasi atau perlekatan usus

–        Sepsis infeksi

 

–        Skafoid , disertai bunyi usus di dada dan distress pernafasan (hernia diafragmatika)

 

 

 

 

 

 

 

–        Pernafasan abdomen menurun (penyakit intratoraks , hernia diafragmatika)

–        “seesaw”(distress pernafasan)

 

 

 

 

–        Alat kelamin sulit dipastikan, klitoris membesar dan memiliki meatus urinarius di ujungnya; labia menyatu (kelainan kromosom, obat-obatan yang digunakan oleh ibu)

 

–        Stenosis meatus

 

 

–        Labia mayora terpisah jauh dan labia minora menoonjol (prematur)

–        Tidak ada orifisium vagina atau hymen mengalami imperforate

–        Keluar feses (fistula)

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Alat kelamin tidak dapat dipastikan

–        Tidak terdapat meatus urinarius di ujung glands penis (hipospadia, epispadia)

 

 

 

 

 

 

–        Skrotum licin dan testis belum turun (prematur, kriptokidisme )

 

–        Hidrokel

–        Hernia inguinalis

–        Muara meatus bulat

 

–        Tidak turun (prematur)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Keterbatasan gerak (malformasi)

–        Tonus otot buruk (premature, obat yang ibu gunakan, anomaly SSP)

 

–        Tanda scarf positif

 

–        Krepitasi/fraktur (trauma)

 

–        Gerakan tidak simetris (fraktur/krepitasi, trauma saraf brakialis, malformasi)

 

–        Kontur tidak simetris (malformasi, fraktur)

 

–        Amelia atau fokomelia (teratogen)

 

 

–        Jari-jari memiliki selaput jala :sindaktili

–        Jari kurang atau berlebihan

–        Garis-garis tangan

Garis Simian terlihat pendek, jari kelingking melingkar ke dalam (Sindrom Down)

 

–        Kuat, fleksi kaku; genggaman tangan selalu berada di dekat mulut (gangguan SSP)

–        Tonisitas, klonisitas bertambah, tremor yang lama (gangguan SSP)

 

 

 

 

 

 

–        Amelia , fokomelia (defek kromosom, efek teratogenik)

–        Webbing, sindaktili (defek kromosom)

–        Jari kurang atau lebih (defek kromosom, keturunan)

–        Fraktur femoral (kelahiran sungsang yang sulit)

–        Dysplasia/dislokasi panggul congenital

–        Telapak kaki

–        Garis telapak kaki sedikit (prematur)

–        Penuh garis (pasca matur)

 

 

 

 

–        Clubfoot congenital

–        Hipermobilitas sendi (sindrom Down)

–        Kuku kuning(warna dari mekonium)

–        Suhu satu kaki berbeda dengan kaki yang lain (defisiensi sirkulasi, gangguan SSP)

–        Pergerakan asimetris (trauma, gangguan SSP)

 

 

 

 

–        Pergerakan terbatas (penggabungan atau deformitas vertebra)

–        Nervus pigmentosus berambut yang terdapat di sepanjang tulang punggung sering dikaitkan denagn spina bifida okulta

–        Spina bifida sistika (meningokel, mielomeningokel)

 

 

 

 

 

 

 

–          Obstruksi rendah : membrane anus

–          Obstruksi tinggi : atresia ani atau rekti

–          Pengeluaran feses dari vagina pada wanita atau meatus urinarius pada pria (fistula rekti)

 

 

 

 

 

 

 

 

–          Tidak ada tinja(obstruksi)

–          Pengeluaran tinja sering dan cair (infeksi, fototerapi)

 


Pemeriksaan  reflex dan neurologi

  1. Pemeriksaan saraf kranialis

Dengan melakukan pemeriksaan lengkap 12 saraf kranialis tersebut kita dapat mengetahui ada tidaknya gangguan pada otak.

  • Ptosis

Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal. Adanya ptosis baik unilateral maupun bilateral menunjukkan kemungkinan adanya gangguan di beberapa sistem saraf, antara lain:

–         Lesi pada saraf simpatik m. elevator palpebra (horner’s syndrome)

–         Lesi pada N.III (okulomotorius)

–         Congenital myasthenia gravis

–         Myotonic dystrophy

–         Congenital muscular dystrophy

–         Centronuclear myopathy

  • Gerakan bola mata

Observasi pada pergerakan bola mata dapat menunjukan adanya gangguan pada otot-otot ekstraokuler yang diinervasi oleh N.III, N.IV (trokhlearis) dan N.VI (abdusens).

  • Otot wajah

Pada saat bayi menangis, kita dapat melihat apakah kontraksi otot-otot wajahnya simetris atau tidak. Adanya lesi pada N.VII (fasialis) menyebabkan wajah bayi tampak tidak simetris pada waktu menangis.

  • Mengisap

Kekuatan mengisap pada bayi, selain dipengaruhi otot-otot wajah yang diinervasi N.VII juga dipengaruhi oleh N.V (trigeminus). Lesi pada kedua saraf kranialis tersebut menyebabkan bayi mengalami kesulitan mengisap ASI.

  • Penciuman

Merupakan fungsi dari N.I (olfaktorius). Sebelum melakukan tes, pastikan terlebih dahulu tidak didapatkan adanya gangguan atau sumbatan pada lubang hidung. Pada bayi, kita bisa menempelkan gelas obyek atau membaran dan melihat adanya pengembunan akibat udara yang dikeluarkan.

Anosmia adalah ketidakmampuan untuk membaui aroma. Anosmia biasanya terjadi berkaitan dengan kerusakan pada SSP, yakni bisa pada N.I itu sendiri, thalamus atau lobus frontalis, atau pada struktur-struktur yang menghubungkan organ-organ tersebut. Penyebab kelainan ini adalah trauma kepala, aneurisma, perdarahan intraserebral atau tumor.

  • Reflex cahaya

Reflex cahaya yang positif menunjukkan adanya respon dari N.II dan N.III.

  • N.IX dan N.X

Reflex muntah, pergerakan pallatum dan faring, kemampuan menelan dan kekuatan tangis bayi dipengaruhi oleh inervasi N.IX (glosofaringius) dan N.X (vagus).

  • Posisi lidah

Pada lidah perhatikan ada tidaknya atropi atau fasikulasi. Lidah diperiksa harus dalam keadaan istirahat di dasar mulut. Apabila didapatkan kontraksi yang cepat dan fasikulasi, harus dicurigai adanya gangguan pada nucleus N.XII (hipoglosus) atau kranialis N.XII.

  1. Pemeriksaan fungsi motorik
  • Respon traksi

Pada seorang bayi, sebelum dapat duduk maka ia terlebih dahulu harus mempunyai control terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan, kepala akan tertinggal bilamana kita mengangkat anak tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan “head leg”. Salah satu tes untuk mengetahui control terhadap otot-otot leher dan kepala ini adalah respon traksi.

Caranya: bayi ditidurkan dalam posisi supinasi simetris, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan bayi ditarik sampai pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya maka head leg-nya negatif (menghilang).

Head leg harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan. Apabila setelah usia 3 bulan masih didapatkan head leg (+), maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematuritas.

  • Suspensi ventral

Dengan melakukan tes suspensi ventral kita dapat mengetahui kontrol kepala, curvature toraks dan kontrol tangan dan kaki terhadap gravitasi.

Caranya: bayi ditidurkan dalam posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah membentuk sudut 45o atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut.

Pada bayi hipotoni, leher dan kepala sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan membentuk hurup “U” terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.

  1. Pemeriksaan reflex

Berikut ini beberapa reflex pada bayi beserta usia mulai dan menghilangnya reflex.

Jenis reflex Usia mulai Usia menghilang
Reflex moro

Reflex memegang (grasp)

  • Palmar
  • Plantar

Reflex snout

Reflex tonic neck

Reflex berjalan (stepping)

Reaksi penempatan taktil (placing respon)

Reflex air terjun (parachute)

Reflex landau

Sejak lahir

 

  • Sejak lahir
  • Sejak lahir

Sejak lahir

Sejak lahir

Sejak lahir

5 bulan

 

8-9 bulan

3 bulan

6 bulan

 

  • 6 bulan
  • 9-10 bulan

3 bulan

5-6 bulan

12 bulan

 

Seterusnya ada

21 bulan

 

Pemeriksaan Refleks pada Bayi Baru Lahir
Refleks Menimbulakn refleks Respon yang khas Keterangan
–        Menghisap (sucking) dan membuka mulut (rooting)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Menelan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Menggenggam

  • Telapak tangan (palmar)

 

 

 

 

 

  • Telapak kaki (plantar)

 

 

 

–        Menjulurkan lidah (ekstrusion)

 

 

 

 

–        Glabellar (Myerson’s)

 

 

 

 

 

 

–        Leher tonik atau “fencing”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Moro

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Melangkah atau “berjalan” (step)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Merangkak

 

 

 

 

 

–        Tendon dalam (patela)

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Ekstensi menyilang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Terkejut (startle)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Tanda babinski

 

 

 

 

 

 

 

 

–   tarik- ke- duduk (traksi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Inkurvasi tubuh (Galant)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Reflex perez

 

 

 

 

 

–   Magnet

 

 

 

 

 

 

 

–   Reflex ankle clonus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–   Respon tambahan pada bayi baru lahir

–   Menguap, meregang, sendawa, cekukan, bersin

 

 

 

–        Sentuh bibir, pipi, atau sudut mulut bayi denagn putting

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Beri bayi minum; menelan biasanya menyertai menghisap dan mendapat cairan

 

 

 

 

 

 

 

–        Tempatkan jari pada telapak tangan

 

 

 

 

–        Tempatkan jari pada pangkal jari kaki

 

 

–        Sentuh atau tekan ujung lidah

 

 

 

–        Ketuk dahi, batang hidung, atau maksila bayi baru lahir yang matanya sedang terbuka

 

 

–        Pada saat bayi jatuh tertidur atau dalam keadaan tidur , dengan cepat putar kepala kearah satu sisi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Gendong bayi dalam posisi setengah duduk ; biarkan kepala dan badan jatuh ke belakang dengan sudut sedikitnya 30 derajat

–        Tempatkan bayi pada permukaan rata ; hentakan permukaan untuk mengejutkan bayi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Pegang bayi secara vertical, biarkan salah satu kaki menyentuh permukaan meja

 

 

 

 

 

–         Baringkan bayi baru lahir di atas perutnya (tengkurap)

 

 

–        Pergunakan jari sebagai pengganti palu perkusi untuk menimbulkan refleks lutut; bayi baru lahir harus dalam keadaan rileks

 

–        Bayi harus dalam posisi supine; luruskan satu tungkai ; tekan lutut ke dalam, rangsang bagian bawah kaki , perhatikan tungkai yang lain

 

–        Suara keras dari tepukan tangan yang nyaring akan menimbulkan respon ; paling baik ditimbulkan jika bayi baru lahir berusia 24 sampai 36 jam atau lebih

 

–       Pada telapak kaki dimulai pada tumit, gores sisi lateral telapak kaki ke arah atas kemudian gerakan jari sepanjang telapak kaki

 

–       Tarik bayi pada pergelangan tangannya dari posisi telentang dengan kepala berada di garis tengah

 

 

 

 

 

–       Bayi harus ditengkurapkan pada permukaan datar, goreskan jari ke arah bawah sekitar 4-5 cm lateral terhadap tulang belakang, mula-mula pada satu sisi dan kemudian sisi yang lain

 

–      Bayi ditengkurapkan, goreskan jari pada punggung kearah atas

 

–       Bayi harus dalam posisi terlentang; agak fleksikan kedua tungkai bawah dan beri kedua telapak kaki tekanan

 

–      Bayi dalam keadaan terlentang, kemudian salah satu tunngkai difleksikan sehingga lutut mencapai dada bayi

 

–        Perilaku spontan

–     Bayi menoleh ke arah stimulus, membuka mulutnya, memasukan putting dan menghisap

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–     Menelan biasanya diatur oleh menghisap dan biasanya terjadi tanpa tersedak, batuk, atau muntah

 

 

 

 

 

 

 

 

–     Jari-jari bayi menggenggam jari-jari pemeriksa ; jari-jari kaki menekuk ke bawah

 

 

 

 

 

 

 

–     Bayi baru lahir menjulurkan lidah keluar, responnya lidah akan masuk lagi dengan cepat

 

–     Bayi baru lahir akan mengejapkan mata 4 sampai 5 ketukan pertama

 

 

 

 

–     Jika bayi menghadap ke sisi kiri, lengan dan kaki pada sisi itu akan lurus; sedangkan lengan dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi (putar kepala ke arah kanan dan ekstremitas akan mengambil postur yang berlawanan )

 

 

 

 

 

 

 

–     Abduksi dan ekstensi simetris lengan; jari-jari mengembang seperti kipas dan membentuk huruf Cdengan ibu jari dan jari telunjuk ; mungkin terlihat adanya sedikit tremor;lengan teraduksi dalam gerakan memeluk dan kembali dalam posisi fleksi dan gerakan yang rileks

–     Tungkai dapat mengikuti pola respons yang sama

–     Bayi premature tidak “memeluk”sempurna, tetapu sebaliknya lengan jatuh ke belakang karena lemah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–     Bayi akan melakukan gerakan , seperti berjalan, kaki akan bergantian fleksi dan ekstensi ; bayi aterm akan berjalan dengan telapak kakinya, dan bayi premature akan berjalan dengan ujung jari-jarinya

 

–     Bayi baru lahir akan melakukan gerakan merangkak dengan menggunakan lengan dan tungkainya

 

–     Refleks lutut akan timbul ; meskipun bayi baru lahir dalam keadaan rileks , reaksi menyeluruh yang tidak selektifdapat terjadi

 

 

 

–     Tungkai yang lain akan fleksi , aduksi, dan kemudian ekstensi

 

 

 

 

 

 

 

–     Lengan melakukan gerakan abduksi disertai fleksi pada siku; tangan tetap menggenggam

 

 

 

 

 

 

 

–     Semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari dorsofleksi dicatat sebagai tanda positif

 

 

 

 

–     Kepala akan tertinggal sampai bayi berada dalam posisi tegak; kemudian kepala akan berada dalam bidang yang sama dengan dada dan bahu untuk sementara waktu sebelum jatuh ke depan; bayi akan mencoba menegakan kepalanya

 

–     Tubuh fleksi dan pelvis diayunkan ke arah sisi yang terstimulasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–      Responnya, bayi akan menangis

 

 

 

 

 

–       Kedua tungkai bawah akan ekstensi melawan tekanan pemeriksa

 

 

 

 

 

–   Responnya saat difleksikan, telapak kaki bayi akan berkedut sekurangnya dua kali

 

 

 

 

 

 

–     Dapat sedikit berkurang akibat analgesia atau anestesi pada ibu, hipoksia janin, atau infeksi

–       Sulit atau tidak mungkin menghasilkan refleks ini jika bayi telah diberi minum ; jika lemah atau tidak ada , pertimbangkan adanya prematuritas atau kelainan neurologis

–       Bimbingan orang tua

–       Hindari mengarahkan kepala ke payudara atau putting;biarkan bayi membuka mulutnya

–       Hilang setelah 3 atau 4 bulan , tetapi dapat menetap sampai usia 1 tahun

 

–       Jika lemah atau tidak ada, dapat menunjukan prematuritas atau defek neurologis

–       Menghisap dan menelan sering tidak terkoordinasi pada bayi prematur

 

 

–       Respon telapak tangan menurun pada usia 3 sampai 4 bulan; orang tua menikmati kontak ini dengan bayi;

–       Respon telapak kaki berkurang pada usia 8 bulan

 

–       Hilang pada sekitar usia 4 bulan

 

 

 

–       Ketukan yang terus menerus pada ketukan berulang menunjukan adanya gangguan ekstrapiramidal

 

–       Respon pada tungkai lebih konsisten

–       Respon lengkap akan hilang pada usia 3 sampai 4 bulan; respon sebagian mungkin masih terlihat sampai usia 3 atau 4 tahun

–       Setelah 6 minggu, respon yang menetap merupakan tanda kemungkinan serebral palsi

 

–       Ada sejak lahir ; respon lengkap mungkin masih terlihat sampai usia 8 minggu; pada usia 8 sampai 18 minggu hanya berupa gerakan mendadak tubuh ; hilang pada usia 6 bulan, jika tidak ada hambatan perkembangan neurologis. Mungkin tidak lengkap, jika bayi sangat terlelep; berikan bimbingan pada orang tua tentang respon yang normal

–       Respon asimetris ; kemungkinan cedera pada pleksus brakialis , klavikula, atau humerus

–       Respon yang menetap setelah 6 bulan; kemungkinan kerusakan otak

 

–       Dalam keadaan normal akan tetap ada sampai usia 3 sampai 4 minggu

 

 

 

 

 

 

–       Harus hilang pada usia sekitar 6 minggu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–       Harus hilang pada usia 4 bulan

–       Timbul lebih awal pada bayi baru lahir premature (beritahu orang tua adanya karakteristik yang khas ini)

 

 

–       Jika refleks ini tidak ada, perlu dilakukan pemeriksaan neurologis; harus hilang setelah usia satu tahun

 

 

–       Tergantung pada tonus otot secara keseluruhan serta maturasi dan kondisi bayi

 

 

 

 

 

 

 

–       Respon akan hilang pada minggu ke-4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

–        Bersin biasanya respon terhadap serabut kain, dsb. pada hidung dan bukan indikator flu.

–       Tidak diperlukan pengobatan untuk cekukan, pengisapan dapat membantu

 

  1. Kelainan neuromuscular

Pada pembahasan kelainan neuromuscular ini kita hanya membahas kelainan pada lower motor neuron (LMN) dan tidak upper motor neuron (UMN). LMN adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik pada sel otot. Sedangkan UMN adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik dari korteks serebri menuju LMN.

Komponen LMN dari susunan neuromuscular terdiri dari neuron alpha dan neuron gamma, akson, motor end plate dan otot. Pada setiap gerakan otot, komponen-komponen tersebut merupakan “pelaksana” sedangkan pada UMN merupakan “perencana” dan “pencetus”-nya. Sehingga apabila terjadi kelumpuhan LMN akibat lesi bagian manapun, baik neuron, motor end plate atau otot, semuanya akan menunjukkan cirri-ciri lesi LMN yang sama.

Perbedaan antara UMN dan LMN berdasarkan cirri kerusakan yang terjadi:

Pembeda UMN LMN
Tonus otot Hipotoni atau spastic Hipotoni
Kekuatan otot Normal atau sedikit menurun Sangat menurun (lemah)
Reflex-refleks Reflex tendon meningkat

Tes babinski’s positif

Klonus ankle dan lutut positif

Reflex tendon menurun atau tidak ada sama sekali

Tes babinski’s negative

Klonus negative

Massa otot Biasanya tidak dijumpai atropi Dijumpai atropi

Ditemukan fasikulasi (sulit ditemukan, kecuali di lidah)

 

Penilaian derajat kekuatan otot bermacam-macam. Salah satunya menilai dengan menggunakan skala 5 sampai 0, dengan interpretasi sebagai berikut:

5 = normal

4 = dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan melawan tahanan secara simultan

3 = dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahanan pemeriksa

2 = dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat dan tidak dapat melawan tahanan pemeriksa

1 = terlihat atau teraba ada gerakan kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan anggota gerak sama sekali

0 = paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

Kelainan sistem neuromuscular LMN diklasifikasikan berdasarkan lokasi lesi anatominya, yaitu:

  1. Anterior horn cell
  • Hereditary: spinal muscular atrophy
  • Acquired: poliomyelitis
  1. Nerve fibre
  • Neurophaties:
  1. 1. Demyelinating (infectious polyneuritis, personal muscular atrophy, leucodystrophies)
  2. 2. Axonal (lead, diabetes, porphyria)
  3. Neuromuscular junction
  • Myasthenia gravis
  1. Muscle
  • Hereditary:
  1. 1. Muscular dystrophy
  2. 2. Dystrophia myotonica
  3. 3. Congenital myopathies
  4. 4. Metabolic myopathies
  • Acquired:
  1. 1. Dermatomyositis
  2. 2. Endocrine myopathies (thyrotoxic)
  3. 3. Iatrogenic (steroid myopathy)

Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada asfiksia:

  1. Pemeriksaan darah kadar as.laktat, kadar bilirubin, kadar PaO2, dan pH
  2. Pemeriksaan fungsi paru
  3. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui lesi anatomi pada kelaiana neuromuscular antara lain:

  1. Creatine phospokinase (CPK)

Kadar CPK biasanya meningkat pada beberapa kelainan neuromuscular. CPK banyak ditemukan pada otot polos, otot skeletal, jaringan otak, dan sedikit pada jaringan hepar dan sel darah merah. Serum CPK sering digunakan untuk membedakan myopati dan proses neurogenik, terutama distropi yang disebabkan oleh kelainan sel komu anterior. Interpretasi kenaikan serum CPK biasanya menunjukkan bahwa proses yang terjadi adalah myopati dan bukan neurogenik.

  1. Serum elektrolit

Selain kadar asetilkolin, kadar kalium dan kalsium di luar dan di dalam membrane “motor end plate”, mempengaruhi kepekaan motor end plate itu sendiri untuk melepaskan muatan listriknya. Kadar ion kalium yang kurang akan meninggikan kepekaan motor end plate sehingga titik depolarisasi menjadi tinggi dan muatan listrik sukar dilepaskan. Dalam keadaan tersebut serabut otot tidak dapat dikontraksikan, sehingga otot menjadi lumpuh (paralisis).

Sedangkan kekeurangan ion kalsium justru merendahkan ambang lepas muatan motor end plate dan serabut otot mudah terstimulasi, sehingga dalam keadaan hipokalsemi otot berkontraksi terus-menerus atau disebut tetani.

  1. Elektrofisiologi
    1. Nerve conduction velocity test (tes kecepatan hantar saraf)

Biasanya dilakukan pada saraf superficial, misalnya N. Ulnaris atau N. Tibialis posterior. Melambatnya kecepatan hantar saraf biasanya menunjukkan adanya kelainan saraf perifer.

  1. Electromyography test (EMG)

Adanya perubahan gambaran EMG dapat membantu menentukan lokasi lesi, apakah di sel komu anterior, saraf perifer atau di ototnya sendiri.

  1. Biopsy otot

Pada beberapa kasus kelainan neuromuscular diperlukan pemeriksaan biopsy otot untuk membantu memastikan diagnostic.

Pemeriksaan laboratorium

Kalau perlu dilakukan, sesuai dengan kebijakan rumah sakit setempat:

  1. Gula darah sewaktu untuk mendeteksi secara dini adanya hipoglikemia pada bayi dengan kondisi tertentu
  2. Bilirubin dan golongan darah : ABO dan Rhesus faktor
  3. Hb, Ht, Lekosit dan Trombosit
Item Data kasus Nilai normal Intepretasi
Hb 13,8 g/dl 14,5-22,5 g/dl Anemia
Ht 44% 44-72% Normal
Leukosit 6.500/mm3 11.500-18.000/mm3 Leukositopenia
Trombosit 39.000/mm3 100.000/mm3 Trombositopenia

 

 

FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI

  1. 1. PIPERASILIN

Klasifikasi : antiinfeksi (penisilin berspektrum luas)

Indikasi

–          Piperasilin : pengobatan infeksi serius akibat organisme yang rentan, antara lain : infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, septikemia, infeksi saluran pernafasan, infeksi ginekologik dan saluran kemih. Dikombinasikan dengan antibiotik lain untuk pengobatan infeksi pada pasien dengan imunosupresi. Antiinfeksi profilaktif perioperatif pada pembenahan abdomen, genitourinaria, serta kepala dan leher.

–          Piperasilin/tazobaktan : apendiditis, infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi ginekologik, pneumonia yang diperoleh dari lingkungan akibat bakteri penghasil beta laktamase yang resisten terhadap piperasilin.

Kerja obat :

Berikatan dengan dinding sel bakteri, menyebabkan kematian sel. Spektrumnya lebih luas jika dibandingkan dengan penisilin lain.

Farmakokinetik

–          Absorpsi : piperasilin diabsorpsi dengan baik (80 %) dari sisi penyuntikan IM.

–          Distribusi : didistribusikan secara kuat. Memasuki SSP dengan baik hanya jika meninges mengalami inflamasi. Menembus plasenta dan memasuki ASI dalam konsentrasi rendah.

–          Metabolisme dan eskresi : piperasilin sebagian besar (90%) dieksresi oleh ginjal tanpa mengalami perubahan. 10 % dieksresi melalui empedu. Tazobaktan 80 % dieksresi oleh ginjal.

–          Waktu paruh : 0,7-1,3 jam.

Kontraindikasi dan perhatian :

–          Dikontraindikasikan pada : hipersensivitas terhadap penisilin, sefalosporia, atau tazobaktam.

–          Gunakan secara hati-hati pada : kerusakan ginjal (dianjurkan untuk mengurangi dosis atau meningkatkan interval bila klirens kreatinin < 40 ml/menit), kehamilan dan laktasi (keamanan penggunaan belum ditetapkan), pembatasan natrium

Reaksi merugikan dan efek samping

Piperasilin

SSP : konfusi, letargi, kejang (pada dosis tinggi)

Kardiovaskuler: gagal jantung kongestif, aritmia

Dermatologi : ruam, urtikaria

Cairan & elektrolit : hipokalemia, hipernatremia

GI : mual, diare, hepatitis

Genitaurinaria: hematuria (hanya pada kanak-kanak), nefritis interstisiel.

Hematologi : perdarahan, diskrasia darah, peningkatan masa perdarahan

Lokal : flebitis pada tempat penyuntikan IV, nyeri pada tempat penyuntikan IM

Metabolik : alkalosis metabolik

Lain-lain : superinfeksi, reaksi hipersensivitas, termasuk anafilaksis dan serum siskness.

Piperasilin/tazobktam

SSP : sakit kepala, insomnia, agitasi, pusing

Mata dan THT : rinitis

Respirasi : dipsnea

KV : nyeri dada, edema, hipertensi

Derm : ruam

Lain-lain : demam, superinfeksi

 

Rute dan dosis

IM, IV (dewasa) : 2-4 g tiap 4-6 jam, dosis yang lebih rendah untuk infeksi saluran kemih yang tidak berkonplikasi atau pneumonia yang diperoleh dari lingkungan. 2 g IM dengan 1 g probenesid PO 30 menit sebelumnya untuk gonore yang tidak berkomplikasi

Waktu kerja obat

IM : awitan cepat dan puncak 30-30 menit

IV : awitan cepat dan puncak di akhir infus

Implikasi keperawatan

Pengkajian :

–          Kaji pasien untuk adanya infeksi (tanda-tanda vital, tampilan luka, sputum, urin dan feses; SDP) di awal dan selama terapi

–          Dapatkan riwayat pasien sebelum memulai terapi untuk menentukan penggunaan dan reaksi sebelumnya terhadap penisilin atau sefalosforin. Individu dengan riwyat sensitivitas negatif terhadap penisilin masih dapat mengalami respon alergi.

–          Ambil spesimen untuk kultur dan uji sensitivitas sebelum memuli terapi. Dosis pertama dapat diberikan sebelum hasilnya diperoleh.

–          Observasi adanya tanda anafilaksis (ruam, pruritus, edema larink). Jika ada segera hentikan.

Penyuluhan pasien dan keluarga

Anjurkan pasien untuk melaporkan adanya tanda-tanda superinfeksi (lidah kotor, gatal, rabas vagina; feses cair) dan alergi

  1. 2. Kalium klorida

Klasifikasi : elektrolit (splemen kalium)

Indikasi :

PO, IV : pengobatan atau pencegahan deplesi kalium pada pasien yang tidak mampu mencerna kalium dari diet.

Kerja obat :

–          Mempertahankan keseimbangan asam basa, isotonisitas dan elektrofisiologi

–          Berperan sebagai aktivator pada berbagai enzimatik dan sangat penting dalam berbagai proses termasuk : transmisi impuls saraf, kontraksi jantung, otot rangka  dan otot polos, sekresi lambung, fungsi ginjal, sintesis jaringan, metabolisme karbohidrat

–          Efek terapeutik : penggantian pada kedaan defisiensi dan pencegahan defisiensi

Farmakokinetik

–          Absorpsi : diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dalam bentuk cair. Absorpsi lambat namun sempurna dri matriks lilin pada formula lepas lambat

–          Distribusi : memasuki cairan ekstra sel dan kemudian secara aktif dihantrkan ke dalam sel

–          Metabolisme dan eksresi : dieksresi oleh ginjal

Kontraindikasi dan perhatian

Dikontraindikasikan pada : hiperkalemia, kerusakan ginjal yang parah, penyakit addison yang tidak diobati, trauma jaringan yang parah, paralisi periodik familial hiperkalemik, diketahui intoleran terhadap alkohol (eliksir), beberapa produk mengandung tartazin-hindari pada pasien yang alergi terhadap aspirin

Hati-hati pada : penyakit jantung, kerusakan ginjal, hipomotilitas GI, termasuk disfagia atau kompresi esofagus akibat pembesaran atrium kiri, DM produk cairan dapat mengandung gula.

Efek samping :

SSP : parestesia, gelisah konfusi, kelemahan, paralisis

KV : aritmia, perubahan EKG (interval PR memanjang, depresi segmen, gelombang T meninggi).

GI : mual, muntah, diare, nyeri abdomen, ulkus lambung (hanya tablet)

Lokal : iritasi pada sisi penyuntikan IV

 

Interaksi

Penggunaan bersama diuretik hemat kalium atau inhibitor ACE dapat menyebabkan hiperkalemia

Antikolinergik dapat meningkatkan terjadinya lesi mukosa GI pada pasien yang mendapat preparat kalium klorida dengan matriks lilin

Rute dan Dosis

Mengandung 13,4 mEq kalium/g

Pencegahan hipokalemia

PO (dewasa) : 16-24 mEq/hari dalam 2-4 dosis terbagi

Pengobatan hipokalemia

–          PO (dewasa) : 40-100 mEq/hari dalam 2-4 dosis terbagi

–          PO (anak-anak): 1-3 mEq/hari (15-40 mEq/m²/hari) dalam dosis terbagi

–          IV (dewasa dengan kalium serum lebih 2,5 mEq/liter) : sampai 200 mEq/hari (kecepatan tidak lebih dari 10 mEq/jam)

–          IV (dewasa dengan kalium serum <2 mEq/liter): sampai 400 mEq/hari (kecepatan tidak lebih dari 20 mEq/jam)

–          IV (anak-anak: 3 mEq/kg/hari (40 mEq/m²/hari) sebagai infus

Implementasi

–          IV : pengenceran awal untuk penggunaan IV dibuat dengan sedikitnya 5 mm air steril untuk injeksi, NaCl 0,9 %, atau air bakteriostatik. Kocok dengan baik sampai larut. Larutan stabil selama 24 jam pada suhu kamar dan 7 hari bila disimpan dalam lemari pendingin. Ganti sisi penyuntikan IV setiap 48 jam untuk mencegah plebitis.

–          IV langsung : injeksikan secara perlahan selama 3-5 menit untuk meminimlkan iritasi vena.

Implikasi keperwatan

Pengkajian

–          Kaji pasien untuk adanya tanda dan gejala hipokalemia (kelemahan, keletihan, gelombang U pada EKG, aritmia, poliuria, polidipsia) dan hiperkalemi

–          Pantau nadi, tekanan darah, dan EKG secara periodik pertama selama terapi IV

–          Pertimbangan tes lab : pantau kadar kalium serum sebelum dan secara periodik selama periode.

–          Pantau fungsi ginjal, bikarbonat serum, dan pH. Kadar magnesium serum harus diperiksa pada hipokalemia yang membandal; hipomgnesemia harus diatasi terlabih dahulu untuk memfasilitasi efektifitas pemberian kalium.

–          Toxisitas dan overdosis : gejala toxisitasnya adalah hiperkalemia (keletihan, kelemahan otot, parestesia, konfusi, dispnea, gelombang T meninggi, depresi segmen ST, memanjangnya segmen QT, melebarnya kompleks QRS, hilangnya gelombang P, dan aritmia jantung.

–          Pengobatannya meliputi penghentian pemberiann kalium, natrium, pembarian natrium bikarbonat untuk mengkoreksi asidosis ; dextrosa dan insulin untuk memfasilitasi perjalanan kalium kedalam sel, garam kalium untuk mengubah efek EKG, natrium polistiren digunakan sebagai resin pengganti atau dialisis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Implementasi

IV : jangan memberikan secara IM atau SC. Hindari ektravasasi karena dapat terjadi nyeri hebat dan nekrosis jaringan. Biasanya dibatasi sampai 40 mEq/liter larutan IV.

Penyuluhan pasien

–          Jelaskan kepada pasien tujuan dari pengobatan. Dosis yang terlewat harus segera diberikan 2 jm dri jadwal dosis berikutnya

–          Intruksikan paasien untuk segera melapor bila feses berwarna gelap atau berdarah. Kelemahan, keletihan yang luar biasa, atau kesemutan pada ekstremitas.

–          Tekankan pentingnya pemeriksaan tindak lanjut yang teratur untuk memantau kadar serum dan kemajuan.

  1. 3. Natrium klorida

Klasifikasi : elektrolit (larutan pengganti)

Indikasi

IV : hidrasi dan penambahan NaCl dalam keadaan devisiensi

Rumatan status cairan dan elektrolit dalam keadaan dimana terjadi kehilangan yang sangat berat.

Nassal : larutan 0,4 sampai 0,75 % digunakan untuk melembabkan mukosa hidung yang kering atau teriritasi yang dapat terjadi akibat demam, alergi, salah penggunaan dekongestan, pembedahan intranasal/prosedur lain.

Kerja obat

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstrasel dan membantu mempertahankan distribusi air, keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa. Larutan NaCl seerupa dengan cairan ekstrasel. Penggantian pada keadaan defisiensi dan mempertahankan homeostasis.

Farmakokinetik

Absorpsi : diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral. Larutan pengganti NaCl hanya diberikan secara IV

Distribusi didistribusi secara cepat dan luas

Metabolisme dan ekresi : dieksresi oleh ginjal

Kontraindikasi dan perhatian

Dikontraindikasikan pada larutan IV : llarutan hipertonis (3 %, 5 %) tidak boleh pada pasien yang natrium serumnya meningkat, sedikit menurun, atau normal. Retensi cairan atau hipernatremia. Gunakan secara hati-hati pada pasien yang peka terhadap abnormalitas, metabolik, asam basa, cairan elektrolit, termasuk : pasien geriatrik, pasien yang menjalani, penghisapan nasogastrik, muntah, diare, terapi diuretik, terapi glukokortikoid, fistula, gagal jantung kongestif, gagal ginjal berat, penyakit hati yang berat, penyakit hati yang parah. Natrium klorida yang diawetkan dengan benzil alkohol tidak boleh digunakan pada neonatus.

Reaksi merugikan dan efek samping

KV : edema, gagal jantung kongestif, edema paru

C dan E : hipokalemia, hiperkalemia, hipernatremi

Lokal : ektravasasi, iritasi pada tempat penyuntikan IV

Interaksi :

Obat-obat : NaCl dalam jumlah berlebihn dapat mengantagonis sebagian efek obat antihipertensi

Penggunaan bersama glukokortikoid dapat menyebabkan kelebihan retensi natrium

Rute dan dosis

NaCl 0,9% (isotonik)

IV dewasa : 1 liter (mengandung 150 mEq natrium/liter), kecepatan dan jumlahnya ditentukan berdasarkan keadaan yang diatasi

NaCl 0,45 % (hipotonik)

IV dewasa : 1-2 liter (mengandung 75 mEq natrium/liter) kecepatan dan jumlahnya ditentukan berdasarkan keadaan yang sedang diatasi.

NaCl 3 %, 5% (hipertonik)

IV dewasa : 100 ml selama 1 jam (3 % mengandung 50 mEq natrium/ 100 ml, 5 % mengandung 83,3 mEq natrium/ 100 ml.

Implikasi keperawatan

Pengkajian

–          Kaji keseimbangan cairan (asupan dan haluaran, BB harian, edema, bunyi paru) selama terapi

–          Kaji adanya gejala hiponatremia (sakit kepala, takikardia, kelesuan, membran mukosa kering, mual, muntah, kram otot) atau hipernatremia (edema, penambahan BB, hipertensi, takikardia, demam, kulit merah, iritabilitas mental) selama terapi. Natrium diukur dalam kaitannya dengan konsentrasinya terhadap cairan didalam tubuh, dan gejala dapat berubah berdasarkan status hidrasi pasien.

–          Pertimbangan tes lab : pantau konsentrasi serum natrium, kalium, bikarbonat, dan kalium klorida dan keseimbangan asam basa secara periodik pada pasien yang mendapat terpi NaCl jangka panjang.

–          Pantau osmolaritas serum pada pasien yang mendapat larutan salin hipertonik

Implementasi

Informasi umum : dosis NaCl tergantung pada umur pasien, BB, kondisi keseimbangan

cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa

Penyuluhan pasien dan keluarga

Jelaskan tujuan pemberian infus kepada pasien

  1. GENTAMISIN

Indikasi :

IM, IV : Pengobatan infeksi basiler gram negatif dan infeksi akibat stafilokukos bila penisilin atau obat yang kurang toksik lainnya dikontraindikasikan. Terutama berguna pada infeksi basiler gram negatif berikut ini : infeksi tulang, infeksi SSP, infeksi saluran pernapasan, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi abdomen, infeksi traktus urinarius berkomplikasi, endokarditis, septikemia.

IM, IV : Bagian dari program profilaksis endokarditis pada populasi pasien tertentu.

Top, Oft : Pengobatan infeksi lokal.

 

Kerja Obat

Menghambat sintesa protein dalam bakteria pada tingkat ribosom 30 S

Efek terapeutik : Aksi bakterisidal terhadap bakteria yang rentan

Spektrum : Pseudomonas aeruginosa, klebsiella pneumoniae, escherichia coli, serratia, acetinobacter, staphylococcus aureus. Dalam pengobatan infeksi enterokokus, diperlukan sinergi dengan peneliti.

 

Farmakokinetik

Absorpsi : diabsorpsi dengan baik setelah pemberian IM. Absorpsi sistemik minimal setelah pemberian topikal, intratekal, atau intraventrikular

Distribusi : didistribusikan secara luas dalam cairan ekstrasel setelah pemberian IM atau IV. Menembus plasenta. Penetrasi buruk ke CSS.

Metabolisme dan eksresi : eksresi terutama melalui ginjal lebih dari  90 %. Penyesuaian dosis diperlukan bila terjadi penurunan fungsi ginjal. Sejumlah kecil dimetabolisme

Waktu paruh : 2-3 jam

Kontraindikasi dan perhatian

Dikontraindikasikan pada : hipersensitivitas, sensitivitas hilang dapat terjadi dengan aminoglikosida lain. Beberapa produk mengandung disulfid harus dihindari pada pasien intoleran

Gunakan secara hati-hati pada kerusakan ginjal jenis apapun, kehamilan dan laktasi dan penyakit neuromuskular.

Efek samping

Mata dan THT : ototoksisitas ( vestibuler dan koklear)

GU : nefrotoksisitas

Neuro : meningkatkan blokade neuromuskuler

Lain-lain : reaksi hipersensitivitas, superinfeksi

Interaksi

Obat-obat : diinaktivasi oleh penisilin bila diberikan bersama pasien yang menderit kerusakan ginjal

Kemungkinan paralisis respirasi setelah pemberian anastesi inhalasi

Kemungkinan blokade neuromuskuler akan bertambah bila digunakan bersama antibiotik aminoglikosida

Insiden nefrotoxisitas meningkat bila digunakan bersama obat yang berpotensi nefrotoxic

Rute dan dosis

IM, IV (dewasa) : 3-5 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Dosis rendah 3 mg/kg/hari diberikan sekali sehari atau dalam dosis terbagi tiap 12 jam sudah digunakan untuk infeksi traktus urinarius yang tidak berkomplikasi.

IM,IV (bayi dan neonatus) : 2,5 mg/kg tiap 8-16 jam

Implikasi keperawatan

Pengkajian

–          Kaji pasien untuk adanya infeksi (TTV, tampilan muka, sputum, urine, dan feses) diawal dan selama terapi

–          Ambil spesimen untuk kultur dan tes kepekaan sebelum memulai terapi.

–          Dosis pertama dapat diberikan sebelum menerima hasil

–          Evaluasi fungsi saraf kranial 8 dengan audiometri. Kehilangan biasanya trjadi pada kisaran frekuensi tinggi.

–          Temuan dan intervensi yang cepat dan sangat penting untuk mencegah kerusakan permanen.

–          Pantau asupan dan haluaran, timbang BB setiap hari untuk mengkaji status hidrasi dan fungsi ginjal

–          Kaji pasien untuk adanya tnda-tanda infeksi (demam, ISPA, gatal, rabas vagina, malaise, diare)

Implementasi

Informasi umum : jaga agar pasien tetap terhidrasi (1500-2000 ml/hari selama terapi.

Penyuluhan pasien dan keluarga

Instruksikan pasien untuk melaporkan adanya tanda-tanda hipersensitivitas, tinitus, vertigo atau kehilangan pendengaran

  1. Dekstrosa

Klasifikasi : agens kalori (karbohidrat)

Indikasi

–          kosentrasi yang lebih tinggi sampai 70 % digunakan secara IV untuk mengatasi hipoglikemia dan kombinasi dengan asam amino untuk memberikan kalori pada nutrisi

–          bentuk oralnya digunakan untuk mengoreksi hipoglikemia pada pasien sadar

kerja obat

memberi kalori, efek terapeutik : pemberian kalori. Pencegahan dan pengobatan hipoglikemi

farmakokinetik

absorpsi : diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral

distribusi : didistribusi secara luas dan digunakan secara cepat

metabolisme dan eksresi : dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air. Bila ambang ginjal terlampaui, dekstrosa dieksresi dalam bentuk yang tidak berubah dalam ginjal.

Kontraindikasi dan perhatian

Dikontraindikasikan pada : larutan hipertonis (>5 %) tidak boleh diberikan pada pasien dengan perdarahan SSP atau anuria atau dehidrasi

Gunakan secara hati-hati pada pasien diabetes (diperlukan pengkajian yang sering untuk menentukan jumlah dosis yang diperlukan)

Reaksi merugikan dan efek samping

Endo : sekresi insulin yang tidak tepat (penggunaan jangka panjang)

C dan E : hipokalemia, hipofosfatemia, hipomagnesemia, kelebihan cairan.

Lokal : nyeri dan iritasi lokal pada tempat penyuntikan IV

Metab : hiperglikemia, glikosuria

Interaksi

Obat-obat : akan mengganggu kebutuhan insulin atau agens hipoglikemik oral pada pasien DM

Rute dan dosis

Hidrasi (sebagai larutan 5 %)

IV dewasa dan anak-anak : 0,5-0,8 g/kg/jam

Hipoglikemia

PO (dewasa dan anak-anak) dalam keadaan sadar : 10-20 g, dapat diulang dalam 10-20 menit.

IV dewasa : 20-50 ml larutan 50 % diinfuskan secara perlahan (3 ml/menit)

IV ( bayi dan neonatus) : 250-500 mg/kg/dosis (sebagai dekstrosa 25 %) dapat diperlukan dosis ulangan 10-12 ml dekstrosa 25 %

Implikasi keperawatan

Pengkajian

–          kaji status hidrasi pasien yang mendapatkan dekstrosa  IV. Pantau asupan dan ha;uaran serta kadar eletrolit. Kaji pasien untuk adanya dehidrasi dan edema.

–          Kaji status nutrisi, fungsi saluran gastrointestinal, dan kebutuhan kalori pasien

–          Penderita diabetes dan pasien yang mendapat larutan dektrosa hipertonik (5 %) harus dipantau glukosa serum secara teratur.

–          Pantau tempat penyuntikan IV untuk adanya flebitis dan adanya infeksi

Implementasi

IV : larutan dekstrosa (lebih 5 % harus diberikan secara IV kedalam vena sentral. Untuk pengobatan darurat hipoglikemia berikan secara perlahan ke vena perifer besar untuk mencegah flebitis. Bila larutan hipertoni dihentikan, lakukan pengurangan larutan secara bertahap.

Penyuluhan pasien dan keluarga

–          Jelaskan pada pasien tujuan pemberian dekstrosa

–          Informasikan pada psien metode yang benar untuk memantau sendiri glukosa darah pasien

–          Informasikan pada pasien kapan dan bagaimana memberikan produk dekstrosa untuk hipoglikemia

 

  1. Kalsium glukonas diberikan untuk terapi hipokalsemi dan hiperkalemi. Kalsium glukonas bila diberikan secara IV (intra vena) harus diberikan secra pelan. Pemberian secara cepat akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, penurunan tekanan darah, bradikardi dan aritmia jantung, bahkan dapat menimbulkan cardiac arrest. Oleh karenanya pemberian per IV baik secara bolus maupun continuous perlu monitoring tekanan darah dan nadi. Reaksi ini disebabkan penurunan kalium secara derastis dalam waktu yang cepat. Penurunan kalium akan mengakibatkan penurunan kontraktilitas sel otot-otot, termasuk sel otot jantung. Sehingga mengakibatkan penurunan nadi dan vasodilatasi pembuluh darah. Sebagaimana juga sebaliknya, kenikan kalium kan meningkatkan heart rate dan mengakibatkan cardiac arrest.
  2. Epinefrin

Indikasi :

–   Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.

Dosis :

–          0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

  1. Volume ekspander :

Indikasi :

– Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

– Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

–  Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

– Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis :

–          Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai  menunjukkan respon klinis.

  1. Bikarbonat :

Indikasi :

–          Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

–          Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis : 1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Cara :

–          Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

–          Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

10.       Nalokson :

Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

–          Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.

–          Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara : Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m atau s.c

12.           Sodium bikarbonat

Penggunaan obat ini hanya diindikasikan pada kasus henti jantung yang tidak berespon terhadap terapi lain. Dosis yang diperlukan adalah 1-2mEq/kg dari sediaan larutan 0,5 mEq/ml yang diberikan pelan selama 2 menit atau lebih.

Bagan Resusistasi neonatus

     
   
         
   
Uji kembali  efektifitas :

– Ventilasi, Kompresi dada, Intubasi Endotrakeal , Pemberian epinefrin , Pertimbangkan kemungkinan :

– Hipovolemia

– Asidosis metabolik berat

   
     
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :

apnea dan denyut jantung 0 setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15  menit.

 

     

 

Non Farmakologi

Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir

Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :

1. sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.

2. kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya

3.kerusakan neurologis.

4. kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.

5. syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.

Penting untuk resusitasi yang efektif :

1.  Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik

2. Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif

3. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.

4. obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

  1. Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonatus

Prinsip resusitasi neonatus :

T (temperature), baru kemudian A-B-C-D

Pengaturan suhu

Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan resusitasi.

Penilaian status klinik

Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.

Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :

1. Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.

2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar:

1. Nilai Apgar menit pertama 7 – 10 :

Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.

2. Nilai Apgar menit pertama 4 – 6 :

Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.

3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang :

Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).

JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.

Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.

JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.

Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.

Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi

Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah.

Ada 3 masalah penting berkaitan dengan pemberian natrium bikarbonat pada bayi :

1. zat ini sangat hipertonik. Bila diberikan dengan cepat dan dalam jumlah besar akan mengekspansi volume intravaskular.

2. jika diberikan dalam keadaan ventilasi tidak adekuat, PaCO2 akan meningkat nyata, pH akan turun, asidosis makin berat dan dapat terjadi kematian. Hendaknya natrium bikarbonat HANYA diberikan jika ventilasi adekuat, atau telah terpasang ventilasi mekanik yang baik.

3. Pemberian bikarbonat dapat pula menyebabkan hipotensi.

Untuk monitoring : periksa darah arteri umbilikalis untuk analisis gas darah. Bila perlu lakukan kanulasi vena sentral untuk membantu menentukan balans cairan.

  1. Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi

Hipotermia

Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.

Pneumotoraks

ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.

Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.

Trombosis vena

Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.

Uji kembali  efektifitas :

– Ventilasi

– Kompresi dada

– Intubasi Endotrakeal

–  Pemberian epinefrin

Pertimbangkan kemungkinan :

– Hipovolemia

– Asidosis metabolik berat

Evaluasi

•           Apakah bayi lahir dengan usia kehamilan yang memadai?

•           Apakah cairan amnion bebas dari mekonium dan tanda-tanda infeksi?

•           Apakah bayi bernapas atau mennagis?

•           Apakah tonus otot bayi baik?

Jika jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya,” maka bayi tidak memerlukan resusitasi. Bayi dapat dikeringkan, langsung diletakkan di dada ibunya dan dibungkus dengan kain linen hangat untuk mempertahankan suhu. Harus dilakukan pengawasan terus menerus terhadap pernapasan, aktivitas, dan pewarnaan.

Jika jawaban dari salah satu atau semua pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka bayi masuk ke dalam salah satu tindakan berikut:

1.         Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisikan bayi, bebaskan jalan napas, keringkan, stimulasi, reposisi)

2.         Bernapas, yaitu dengan ventilasi

3.         Kompresi dada

4.         Pemberian adrenalin dan/atau ekspansi volume

Diperlukan waktu tiga puluh detik untuk menyelesaikan setiap langkah, dan menentukan apakah langkah selanjutnya diperlukan.

Teknik Resusitasi (Tabel 5.1)

Resusitasi TABC yaitu mempertahankan temperatur (Temperature), jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing) dan sirkulasi (Circulation) yang ditunjukkan oleh Bagan ILCOR (International Liaison Committee on Resuscitation) (Gambar 5.1).

Langkah Dasar

Langkah awal resusitasi neonatal sama pentingnya dengan aspek lainnya. Langkah tersebut yaitu mencegah hilangnya panas, keracunan, suctioning, evaluasi dan stimulasi taktil.

Mencegah hilangnya panas.

Bayi harus ditempatkan di bawah sumber radiasi panas (radiator pemanas, lampu bohlam, atau pemanas) dengan matras/kain linen yang sudah dihangatkan sebelumnya. Bayi dikeringkan dengan benar, kain linen basah diganti dan kemudian dibungkus dengan kain hangat dan selimut. Setelah dikeringkan, ia diletakkan bersentuhan kulit di dada atau perut ibunya untuk mempertahankan kehangatan. Bayi prematur memerlukan teknik penghangatan tambahan seperti membungkus bayi dengan plastik atau kantung (plastik tahan panas yang bisa digunakan untuk makanan) dengan kepala bayi di luar kantung sementara tubuh terbungkus sepenuhnya. Hal ini efektif mengurangi hilangnya panas selama resusitasi.

Hipertermia juga harus dihindari karena berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas SSP. Tujuan dari tindakan ini adalah mencapai normotermia dan menghindari hipertermia.

Posisikan bayi.

Bayi paling baik diletakkan terlentang atau menyamping dengan kepala pada posisi netral atau sedikit ekstensi, menggunakan sandaran bahu satu inchi, dan jika mungkin, dengan kepala menghadap ke arah sisi.

Suctioning.

Bayi baru lahir yang sehat dan aktif biasanya tidak memerlukan suctioning pada waktu dilahirkan. Sekresi dapat disingkirkan dari hidung dan mulut menggunakan selang atau handuk. Jika diperlukan suctioning, bersihkan dahulu sekresi dari mulut kemudian hidung dengan bulb syringe atau kateter suction (8 atau 10 Fr). Tekanan suction tidak boleh melebihi 80-100 mm Hg. Suction faringeal yang agresif dapat menyebabkan spasme laringeal dan bradikardia vagal sehingga mengakibatkan keterlambatan pernapasan spontan.

Membersihkan jalan napas dari mekonium.

Bayi yang dilahirkan dengan cairan yang mengandung mekonium beresiko mengalami pneumonia respirasi. Intrapartum suctioning (menghisap dari mulut dan faring bayi sebelum mengeluarkan bahu) tidak mempengaruhi insidens atau beratnya sindrom aspirasi mekonium sehingga tidak lagi dianjurkan. Jika bayi tidak menunjukkan respirasi atau mengalami depresi pernapasan, hipotonia atau bradikardia, menghisap mekonium dari faring harus dilakukan dibawah pengawasan dan, jika diperlukan, diikuti intubasi singkat dan suction trakea. Penghangatan dapat diberikan oleh radiator pemanas namun pengeringan dan stimulasi  biasanya harus ditunda pada bayi dengan keadaan demikian.

Suction trakea dilakukan dengan memasang suction langsung ke endotracheal tube pada waktu dikeluarkan dari jalan napas. Suction melalui kateter yang dimasukkan ke dalam tube ET tidak dianjurkan. Intubasi dan suctioning dilakukan kembali sampai hanya sedikit mekonium yang ditemukan. Akan tetapi, jika denyut jantung atau respirasi sangat terdepresi, maka perlu dilakukan ventilasi tekanan

positif walau ditemukan sedikit mekonium di jalan napas. Tracheal suctioning bayi aktif dengan cairan dengan bercak mekonium tidak memperbaiki hasil dan dapat menyebabkan komplikasi.

Stimulasi taktil.

Stimulasi dilakukan dengan mengeringkan dan suctioning biasanya cukup untuk memulai respirasi efektif pada sebagian besar bayi baru lahir. Rangsang taktil tambahan diberikan dengan menggosok telapak kaki atau menggosok punggung, dilakukan sekali atau dua kali, bersama dengan pemberian oksigen aliran bebas. Stimulasi taktil bisa memicu respirasi spontan pada bayi apnu primer namun apabila ia tidak merespon tindakan ini, maka bayi apnu sekunder sehingga dibutuhkan ventilasi tekanan positif.

Evaluasi Periodik dengan Interval 30 Detik

Setelah pemeriksaan awal dan langkah awal, resusitasi lanjut harus dipandu pemeriksaan simultan respirasi, denyut jantung, dan warna. Bayi harus bernapas reguler yang memadai untuk memperbaiki warna dan mempertahankan denyut di atas 100 denyut per menit.

Semua bayi baru lahir harus diperiksa:

1.         Respirasi

2.         Denyut jantung

3.         Warna

Nilai Apgar yang biasa digunakan tidak memiliki manfaat untuk resusitasi neonatal.

Respirasi.

Respirasi dinilai dengan mengamati dada dan menggolongkannya ke dalam pernapasan spontan, ektif, apnu atau terengah. Sebagian besar bayi baru lahir dapat bernapas reguler dengan warna yang baik dan denyut diata 100 kali per menit setelah upaya pernapasan awal. Terengah atau apnu mengindikasikan perlunya penggunaan ventilasi.

Denyut jantung.

Denyut jantung dimonitor dengan auskultasi precordium menggunakan stetoskop atau palpasi pulsasi korda umbilikalis yang dihitung selama enam detik kemudian dikalikan sepuluh. Denyut jantung normal lebih dari 100 kali per menit.

Warna.

Warna bayi dapat dikelompokkan menjadi sianosis sentral, sianosis perifer, atau merah muda. Neonatus sehat akan tampak merah muda tanpa oksigen. Acrosianosis (warna kebiruan pada kaki atau tangan saja) biasa ditemukan pada awal dan bisa menjadi petunjuk keadaan lain seperti stress dingin. Sianosis sentral biasanya ditemukan di wajah, badan dan mukosa. Pucat (pallor) bisa disebabkan hipotensi, hipovolemia, anemia berat, hipotermia atau asidosis.

Pemberian oksigen.

Secara konvensional, resusitasi dilakukan dengan pemberian oksigen 100%. Terdapat kekhawatiran mengenai potensi efek samping pemberian oksigen 100% pada bayi baru lahir. Uji kontrol acak menunjukkan reduksi signifikan mortalitas dan tidak ada tanda kerusakan pada bayi yang diresusitasi di udara ruang dibandingkan dengan oksigen 100%, walaupun masih ada masalah metodologis mengenai penelitian tersebut dan hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Resusitasi saat ini bisa dilakukan dengan udara ruangan atau oksigen 100% atau campuran keduanya. Dianjurkan oksigen tambahan harus tersedia apabila 90 detik setelah persalinan keadaan tidak membaik. Oksigen tambahan juga dianjurkan apabila ventilasi tekanan positif mengindikasikan resusitasi. Pada keadaan dimana oksigen tambahan tidak tersedia, ventilasi tekanan positif harus diberikan dengan udara ruang.

Oksigen aliran bebas 5 liter per menit harus diberikan pada bayi yang bernapas namun mengalami sianosis sentral. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan masker wajah atau sungkup tangan di sekitar selang oksigen di dekat wajah bayi.

Ventilasi

Ventilasi efektif saja merupakan kunci resusitasi semua bayi yang apnu atau bradikardi pada waktu lahir. Ventilasi tekanan  positif harus dilakukan apabila bayi masih tetap apnu atau terengah, jika denyut jantung < 100 kali per menit setelah 30 detik dilakukannya langkah pertama, atau bayi masing mengalami sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen tambahan.

Napas awal harus mencapai tekanan 30-40 cm H2O kemudian 15-20 cm H2O. Paru prematur bisa rusak oleh inflasi volume besar pada waktu lahir yang bisa menyebabkan displasia bronkopulmoner. Inflasi paru awal pada bayi prematur harus dilakukan dengan tekanan inflasi lebih rendah 20-25 cmH2O, walaupun beberapa bayi tidak merespon tekanan yang lebih tinggi. Laju optimal ventilasi 40-60 pernapasan per menit dilakukan pada hitungan tekanan satu-dua-tiga-remas. Kantong diremas hanya dengan ujung jari dan bukan dengan seluruh tangan.

Ventilasi yang adekuat  ditandai oleh naik turunnya dada, terdengarnya bunyi napas pada auskultasi, mempertahankan denyut jantung diatas 100 per menit, bernapas spontan dan warna kulit yang merah.

Respon yang tidak adekuat terhadap ventilasi dapat disebabkan oleh:

–      kurang rapatnya sungkup dan wajah

–      obstruksi jalan napas

–      kurangnya tekanan inflasi

–      oksigen yang tidak adekuat (periksa pasokan oksigennya dan penyalurannya)

CPAP atau PEEP selama resusitasi

Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.

Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi endotrakeal.

Kantong resusitasi.

Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.

Sungkup (Facemask).

Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1 dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.

Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:

1.         cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.

2.         hernia diafragmatika.

Intubasi Endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal adalah:

-ventilasi kantong dan sungkup yang tidak efektif

-dengan kompresi dada

-saat diperlukan suction trakeal

-hernia diafragmatika

-bayi dengan berat lahir sangat rendah

-untuk pemberian obat endotrakeal.

Kedalaman tuba endotrakeal yang dimasukkan untuk intubasi orotrakheal dapat dihitung dengan rumus: “berat badan bayi dalam Kg ditambah 6 cm” : ini adalah kedalaman di bibir dalam cm. Intubasi oral dilakukan menggunakan laringoskop dengan blade lurus (ukuran 0 untuk preterm dan ukuran 1 untuk bayi aterm). Bayi diletakkan di permukaan yang rata dengan kepala di tengah dan leher agak ekstensi. Operator berdiri di sebelah atas kepala bayi, memegang laringoskop di tangan kiri, dan menstabilkan kepala bayi dengan tangan kanan. Blade laringoskop dimasukkan melewati lidah dan ujungnya diarahkan ke epiglotis. Blade lalu diangkat untuk membuat kotak suara terlihat, lalu tuba endotrakeal dimasukkan. Mungkin diperlukan penekanan pada krikoid.

Konfirmasi terpasangnya tuba endotrakeal dengan mendengarkan bunyi napas napas yang sama di kedua aksila, terdapat perbaikan denyut jantung, aktivitas dan warna kulit, tampak dada yang naik turun, dan terdapat uap yang mengembun pada bagian dalam tuba endotrakeal setiap ekshalasi. Tiga hal yang harus dilakukan setelah intubasi adalah memperhatikan penanda cm pada tuba setinggi bibir atas, fiksasi pada wajah, dan pemendekan ujung tuba hingga 4cm dari atas bibir. Komplikasi yang dapat terjadi: hipoksia, bradikardi, apnea, pneumotroraks, cedera jaringan lunak, dan infeksi.

Kompresi dada.

Kompresi dada diindikasikan bila, setelah 30 menit ventilasi dengan kantong dan sungkup 100% oksigen, denyut jantung masih tetap dibawah 60 kali per menit. Kompresi dada harus selalu disertai ventilasi dengan 100% oksigen.

Teknik Kompresi.

Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dengan dua telapak tangan dan teknik dua jari. Teknik dua telapak tangan adalah teknik yang lebih disukai. Kedua ibu jari diletakkan di sternum, berdekatan atau saling tumpang tindih, dan jari yang lain mengelilingi dada dan menopang bagian belakang. Cara lainnya, dua jari diletakkan di atas sternum, sedangkan tangan yang lainnya menopang bagian belakang.

Tekanan yang diperlukan adalah penekanan dada sedalam kira-kira sepertiga diameter anteroposterior dada, dilakukan pada sepertiga sternum bagian bawah. Kompresi dada harus dilakukan dengan lembut dan menghasilkan pulsasi yang teraba. Selama melakukan  kompresi dada, jangan mengangkat ibu jari atau kedua jari dari sternum. Diperlukan 3 kompesi dada dan 1 ventilasi (3:1), dengan total 90 kompresi dada dan 30 ventilasi dalam satu menit. Denyut jantung diperiksa ulang tiap 30 detik dan kompresi dada terus dilanjutkan hingga denyut jantung lebih dari 60 kali/menit. Kompresi dada beresiko menimbulkan patah tulang rusuk dan pneumothoraks. Hindari penekanan langsung pada tulang rusuk, xiphisternum dan abdomen.

PELAKSANAAN  TINDAKAN RESUSITASI

A.        Penilaian

Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah

a. Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.

Segera setelah bayi lahir

a. Apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas

b. Apakah bayi lemas atau tungkai

B. Keputusan

Putusan perlu dilakukan tindakan resustasi apabila :

a. Air ketuban bercampur mekonium

b. Bayi tidak bernafas atau megap-megap

c. Bayi cemas atau tungkai

C. Tindakan

Segera lakukan tindakan apabila :

a. Bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemas, lakukan langkah-langkah resustasi BBL

1. Persiapan Resustasi BBL

Di dalam setiap persalinan penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat mengalami kenaikan otak.

a. Persiapan keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat pada ibu dan bayinya.

b. Persiapan tempat resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi tempat resusitasi sebaiknya didekat sumber pemanas (misal : lampu surat) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka biasanya digunakan lampu surat atau bahkan berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax, nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi

c. Persiapan alat

Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :

– 2 helai kain / handuk

– Bahan ganjal bahu bayi, berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil/bantul kecil

– Alat penghisap lendir delle atau bulu karet

– Tabung dan sungkap atau balon atau sungkup neonatal

– Kotak alat resusitasi

– Jam atau pencatat waktu.

Tabel 5.1. Peralatan resusitasi neonatal

•           Permukaan meja resusitasi dengan alas yang cukup keras

•           Sumber kehangatan dan cahaya

•           Jam dengan pencatat waktu

•           Oksigen

•           Kain linen, kantung polietilen atau pembungkus yang hangat

•           Sarung tangan

•           Stetoskop

•           Ekstraktor lendir/suction apparatus, kateter suction (6, 8, 10 Fr)

•           Facemask (ukuran 0 dan 1)

•           Kantung self-inflating dengan penampung (ukuran bayi baru lahir), flow-inflating bag atau T-piece device

•           Laringoskop dengan bilah lurus (ukuran 0 dan 1), bohlam dan baterai cadangan

•           Endotracheal tubes (ukuran 2.0, 2.5, 3.0, 3.5 dan 4 mm ID)

•           Stylet

•           Nasogastric tubes (6, 8 Fr)

•           Disposable syringes (1, 2 dan 10 ml), jarum sekali pakai n(no. 23 dan 24)

•           Kanul intravena, Kateter pembuluh umbilikalis

•           Pita perekat, gunting

•           Obat – larutan NaCl, naloxone, adrenalin (1:10.000)

Jika diperkirakan akan terjadi persalinan prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu), diperlukan persiapan khusus karena bayi tersebut memiliki paru imatur sehingga lebih sulit untuk berventilasi dan rentan terhadap cedera oleh ventilasi tekanan positif. Bayi prematur juga memiliki pembuluh darah imatur di otak sehingga rentan terhadap perdarahan; kulit yang tipis dan bisang permukaan yang luas, sehingga menyebabkan hilangnya panas dengan cepat; semakin rentan terhadap infeksi; dan peningkatan resiko syok hipovolemik.

2.  Langkah-langkah Resusitasi BBL

a. Langkah awal

Sambil melakukan langkah awal

Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernafas dan minta keluarga mendampingi ibu.

Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik) secara umum 6 langkah awal dibawah ini cakup untuk merangsang bayi baru lahir.

b. Jaga bayi tetap hangat

– Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hanya.

– Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum dan selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.

– Pindahkan bayi keatas kain ke tempat resusitasi di bawah alat pemancar panas tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap

c. Atur posisi bayi

– Baringkan bayi terlentang di alas yang di atas dengan kepala didekat penolong

– Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).

d. Isap Lendir / Bersihkan jalan nafas

– Kepala bayi dimirngkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian belakang.

– Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud.

• Cairan tidak teraspirasi

Hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap

– Apabila mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa et)

e. Keringkan dan rangsang bayi

– Keringkan bayi mulai dari mulut kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini dapat memulai pernafasan bayi atau pernafasan lebih baik.

– Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :

• Menepuk atau menyentil telapak kaki

• Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.

f. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi

– Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru

– Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi dapat diteruskan

– Atur kembali posisi terbalik kepala bayi sedikit ekstensi

g. Lakukan penilaian bayi.

– Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megap-megap atau tidak bernafas

• Letakkan bayi diatas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.

• Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya

– Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap segera lakukan tindakan ventilasi.

Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka, alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.

1. Pasang Sungkup

Pasang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi

2. Ventilasi percobaan (2 x)

a. Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa memulai bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka dan bebas.

b. Lihat apakah dada bayi mengembang

Bila tidak mengembang maka :

– Periksa posisi kepla, pastikan posisinya sudah benar

– Perksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran

– Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali)

3. Ventilasi Definitif (20 kali dalam 30 detik)

a. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air,m 20 kali dalam 30 detik.

b. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan.

4. Lakukan penilaian

a. Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca resusitasi

b. Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi

– Lakukan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya

– Evaluasi hasil ventlasi setiap 30 detik

– Lakukan penilaina bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megak-megap. Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventlasi dan pantau bayi dengna seksama, berikan asuhan pasca resusitasi.

Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 x untuk 30 detik berikutnya dan nailai haslnya setiap 30 detik.

c. Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit di ventilasi

– Minta keluarga membantu persiapan rujukan

– Teruskan resusitasi sementara persiapan rujuakn dilakukan

d. Bila bayi tidak dirujuk

– Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit

– Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil.

Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak. Sehingga akan menderita kecacatan yang berat/meninggal

6. Perwatan pasca resusitasi

Neonatus yang berhasil diresusitasi harus segera dirwata dalam NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan harus selalu dimonitor kondisinya.

7. Monitoring
Keadaan umum, tanda vital, gejala-gejala patologik, peningkatan / penurunan berat badan, balans cairan, kadar elektrolit dan osmolalitas serum, pemeriksaan urine, dilakukan rutin.

Jika memungkinkan, sebaiknya digunakan peralatan monitoring elektronik / digital yang lengkap dengan kemampuan fungsi merekam sehingga dapat dilakukan analisis yang kontinyu.

Cairan, elektrolit dan nutrisi

Semua neonatus dalam unit perawatan intensif HARUS menerima cairan / nutrisi / obat melalui infus intravena.

Jumlah cairan tergantung pada usia gestasi, usia pascakelahiran, ukuran / berat badan, status klinis dan fisiologis, serta keadaan patologik yang mungkin menyertai (misalnya diare, ikterus, anemia, dan sebagainya).

Kebutuhan cairan basal umumnya 50-100 cc/kgbb pada hari pertama, kemudian turun sampai 60-70 cc/kgbb pada hari ketiga. Jika bayi memiliki berat badan lebih rendah atau usia gestasi lebih prematur, kebutuhan cairan menjadi lebih tinggi.

Infus cairan dimonitor setiap 6-8 jam, dengan input / output balans yang ketat. Tiap 24 jam dibuat rekapitulasi meliputi keseimbangan cairan dan elektrolit, input/output termasuk insensible water loss, fungsi injal, dan pemeriksaan elektrolit serum.

Elektrolit Na+ diberikan 3 mEq/dl cairan, dan K+ 2 mEq/dl.

Nutrisi maksimum diberikan 75 kalori per 100 cc cairan, dalam bentuk asam amino dan larutan glukosa, melalui infus intravena.

Transfusi darah

Bayi prematur sering mengalami anemia. Anemia pada neonatus jangan hanya berdasarkan pemeriksaan kadar hemoglobin atau hematokrit, karena nilai itu tidak representatif terhadap status oksigenasi jaringan oleh sel-sel darah merah.

Anemia pada neonatus seharusnya mempertimbangkan :

  1. Jumlah absolut hemoglobin dalam sirkulasi yang menentukan transport oksigen di dalam darah.
  2. Fungsi yang menentukan kemampuan melepaskan oksigen ke dalam jaringan Sehingga pada neonatus, massa eritrositlah yang menjadi variabel yang menentukan kapasitas angkut oksigen dalam sirkulasi, bukan nilai Hb atau Ht. Perlu dipertimbangkan bahwa dalam masa-masa neonatal awal terjadi penurunan massa eritrosit yang bermakna, selain itu terjadi konversi dari hemoglobin fetal (HbF) menjadi hemoglobin dewasa (HbA) yang memiliki karakteristik afinitas terhadap oksigen dan disosiasi Hb-oksigen yang berbeda. Dengan kata lain, sistem hemopoietik neonatus memang sedang berada dalam masa adaptasi dari tipe fetal ke tipe dewasa.

Berdasarkan prinsip itu, karena masalah utama adalah oksigenasi jaringan dan bukan semata-mata nilai Hb atau Ht, maka terapi dengan oksigenasi lebih banyak diberikan pada neonatus dibandingkan transfusi darah. Umumnya transfusi darah jarang diberikan pada neonatus kecuali terjadi hipovolemia yang bermakna

Ventilasi mekanik

Pada bayi dengan fungsi respiratorik yang tidak adekuat, alat bantu pernapasan (ventilasi mekanik) memegang peranan yang sangat penting. Ventilasi diatur dengan alat bertekanan positif, dengan beberapa cara yang mungkin misalnya tekanan positif kontinyu (CPPV – continuous positive pressure ventilation), tekanan positif intermiten (IPPV / IMV – intermittent positive pressure ventilation / intermittent mandatory ventilation) dan sebagainya. Dalam penggunaan ventilasi mekanik di mana frekuensi pernapasan diatur oleh alat, diperlukan relaksasi otot pasien yang baik, serta depresi pernapasan spontan pasien, karena jika terjadi pola pernapasan spontan pasien yang tidak sesuai dengan pola yang diatur oleh alat, dapat terjadi pneumotoraks sampai perdarahan intrakranial. Untuk keperluan ini dapat digunakan misalnya pelumpuh otot pancuronium, atau obat golongan morfin atau barbiturat yang juga memiliki efek sedasi. Penting juga diperhatikan suhu, kelembaban, tekanan dan volume aliran oksigen yang digunakan.

7. Prosedur setelah resusitasi.

Penting untuk mendokumentasikan kondisi bayi saat lahir dan responnya terhadap resusitasi. Apgar score pada menit pertama dan kelima berguna untuk kepentingan medis dan medikolegal. Setelah ventilasi dan sirkulasi sudah tertangani, bayi harus dimonitor, diberikan layanan pendukung sesuai indikasi, dan dijaga agar gula darahnya tetap dalam batas normal.

Hipotermia terinduksi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipotermia terinduksi (sekitar 34°C) untuk anak-anak dengan ensefalopati iskemik hipoksik dapat menurunkan mortalitas dan derajat kerusakan otak pada beberapa diantaranya. Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menilai penggunaan metode ini. Penghindaran hipertermia sangat penting bagi bayi yang mengalami hipoksia-iskemia. Orang tua dan keluarga dari penderita harus diterangkan mengenai prosedur yang dijalani dan hal-hal yang akan dilakukan setelah usaha resusitasi telah berhasil. Pada kondisi tertentu seperti pada prematuritas berat dan malformasi kongenital yang mematikan, perlu dipertimbangkan penghentian atau malah tidak perlu dilakukan resusitasi.

 

PERAWATAN NICU

Asistol dan apnea selama lebih dari 10 menit meskipun dilakukan resusitasi yang adekuat dan kontinyu biasanya jarang tidak menimbulkan kecacatan. Oleh karena itu jika telah dilakukan ventilasi selama 30 menit dan hanya menghasilkan refleks gasping maka perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri usaha resusitasi. Keluarga harus dikonseling dan diberikan dukungan emosi. Semua orang tua berharap bayi mereka sehat,namun kadangkala masalah kesehatan timbul pada bayi baru lahir dan memerlukan perawatan di NICU (neonatal intensive care unit; unit perawatan intensif bayi baru lahir).

Bila bayi Anda masuk NICU maka hampir pasti orangtua akan merasa khawatir, namun dokter, suster dan staf lainnya akan melakukan yang terbaik dan memberikan dukungan emosional selama bayi Anda memerlukan perawatan medis.

NICU
Staf di NICU adalah yang terlatih pada perawatan bayi baru lahir dan Peralatan di NICU ditujukan untuk perawatan bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus.

Bayi yang dikirim ke NICU :

•    Lahir premature

•    Mengalami kesulitan/masalah selama proses kelahiran

•    Menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan dalam hari-hari pertama hidupnya Lama perawatan di NICU tergantung dari berat ringannya gangguan kesehatan yang dialami bayi. Untuk itu sangat baik sekali bila Anda mengetahui beberapa diagnosis yang umum di NICU.

Anemia
Anemia adalah jumlah sel darah merah di bawah normal. Bayi yang anemia dapat mengalami :

•    Henti napas

•    Tekanan darah rendah

•    Frekuensi denyut jantung meningkat

•    Tidur terus-menerus

Pada bayi prematur sel darah merah dalam minggu pertama belum terbentuk dan sel darah merah bayi prematur usianya lebih pendek. Pada bayi cukup bulan oenyakit hemolitik (penghancuran sel darah merah) dapat menyebabkan anemia.

Diagnosis anemia didapat dari tes darah. Pada keadaan ringan, bayi dipantau dengan ketat, pada keadaan berat (bayi <1.000gram) mungkin memerlukan transfusi sel darah merah. Penyebab anemia yang harus dicari dan ditatalaksana.

Saat jumlah sel darah merah sudah stabil dan keadaan yang menyebabkan anemia telah teratasi dan bayi aktif dan tidak memiliki gejala maka dokter dapat mempersilahkan bayi untuk pulang dari NICU dan pemantauan selanjutnya oleh dokter anak.

Apnea (henti napas)

Bayi yang mengalami henti napas 20 detik atu lebih disebut mengalami apnea. Selama periode apnea :

•    Bayi berhenti bernapas

•    Denyut jantung menurun

•    Kulit menjadi pucat, biru atau keunguan karena kekurangan oksigen

Apnea umumnya disebabkan oleh belum matangnya daerah di otak yang mengatur fungsi pernapasan, walaupun suatu penyakit dapat juga menjadi penyebabnya. Bayi yang lahir 30 minggu atau kurang akan mengalami apnea. Apnea ini akan berkurang seiring peningkatan usia.
Untuk mendiagnosis apnea, dokter akan memonitor pernapasan bayi di NICU dan melakukan polisomnogram, menghubungkan bayi dengan monitor dan memantau selama 8-12 jam. Alat akan memberikan informasi mengenai frekuensi jantung, napas dan kadar oksigen dalam darah.
Tatalaksana adalah dengan menstimulasi agar bayi bernapas dengan cara mengusap punggung atau menepuk telapak kaki bayi. Bila apnea muncul lebih sering maka bayi mungkin memerlukan bantuan obat (kafein atau teofilin) dan alat khusus untuk mengalirkan udara lembab ke saluran pernapasan bayi agar tetap terbuka.

Bayi akan tetap berada di NICU sampai bayi tidak mengalami apnea selama 24-48 jam.

Perdarahan Intraventrikular

Perdarahan intraventrikular adalah perdarahan di otak. Pada keadaan yang  berat dapat menyebabkan kejang atau penurunan tekanan darah. Gejala lainnya :

•    Tidak kuat menghisap/menyusu

•    Tangisan melengking

•    Henti napas

•    Denyut jantung kurang dari normal (bradikardia)

•    Anemia

Perdarahan intraventrikular umumnya terjadi pada bayi prematur karena pembuluh darah di otak masih rapuh dan mudah berdarah. Diagnosis dilakukan dengan bantuan USG kepala, dokter dapat menemukan kumpulan darah di otak.

Tidak terdapat tatalaksana khusus untuk perdarahan intraventrikular, jadi bayi dirawat di NICU dan dilakukan pengontrolan tekanan darah bayi. Bayi dipantau intensif dan dilakukan USG serial. Jika perdarahan intraventrikular mengakibatkan hidrosefalus maka dapat dipasang saluran untuk mengalirkan cairan otak (shunt).

Lama perawatan di NICU tergantung kepada beratnya perdarahan yang terjadi. Bayi dengan perdarahan yang berat dapat dirawat minggu-bulan di NICU dan dapat berisiko mengalami cerebral palsy atau kejang nantinya.

Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Duktis arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aorta (yang mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh) dengan arteri pulmonalis (yang mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru). Duktus arteriosus membuat darah memintas/tidak melewati paru-paru selama dalam kandungan.

Saat lahir, duktus arteriosus normalnya tertutup sehingga darah mengelir normal ke seluruh tubuh. Tetapi pada beberpa bayi, terutama bayi prematur, duktus arteriosus tetap terbuka atau paten. Darah dapat mengalir berlebih melalui duktus arteriosus ke pembuluh darah paru-paru sehingga menyebabkan gangguan pernapasan.

Bayi dengan PDA mengalami gangguan pernapasan sebagai salah satu tandanya. Bising jantung dapat mengarahkan dokter kepada PDA yang dikonfirmasi dengan USG jantung.

Dokter dapat memberikan obat yang dapat menutup duktus arteriosus. Jika tidak berhasil atau bayi tidak dapat menggunakan obat tersebut maka bayi akan memerlukan tindakan pembedahan untuk menutup duktus arteriosus tersebut.

Sindrom Gawat Napas (Respiratory Distress Syndrome-RDS)

Salah satu masalah tersering pada bayi prematur adalah kesulitan bernapas dan dari beberapa penyebab yang tersering adalah RDS.

Paru-paru pada bayi prematur belum menghasilkan surfaktan dalam jumlah cukup. Surfaktan berfungsi melapisis bagian dalam paru-paru agar tetap terbuka saat bayi lahir dan bernapas.

Dokter akan mencurigai RDS pada bayi prematur atau cukup bulan bila bayi sulit bernapas dan membutuhkan tambahan oksigen. Rontgen paru-paru akan memastikan diagnosis RDS.

RDS dapat ditatalaksana dengan baik dan bayi dapat melewatinya. Saat kelahiran prematur tidak dapat dicegah maka perempuan hamil dapat diberikan obat-obatan sebelum persalinan untuk mencegah terjadinya RDS. Segera setelah lahir, surfaktan buatan dapat diberikan kepada bayi melalui selang pernapasan.

Bayi prematur yang kekurangan surfaktan dapat membutuhkan alat bantu pernapasan

(ventilator). Surfaktan buatan dapat mengurangi durasi pemakaian ventilator.

Retinopathy of Prematurity (ROP)

Organ mata dari bayi prematur sangat rentan terhadap cedera setelah kelahiran. ROP adalah pertumbuhan tidak normal dari pembuluh darah di retina mata bayi. Sekitar 7% bayi dengan berat badan 1.250 gram atau kurang mengalami  kondisi tersebut dan berakibat dari gangguan ringan (butuh kacamata) sampai kebutaan.

Penyebab pasti ROP pada bayi premature masih tidak  diketahui. Sebelumnya dipikirkan kadar oksigen yang terlalu tinggi sebagai penyebabnya, namun penelitian lanjutan menunjukkan kadar oksigen (terlalu rendah atau tinggi) memberikan kontribusi bagi terjadinya ROP.Pemeriksaan oleh dokter mata anak dilakukan pada bayi premature untuk mendiagnosis ROP. Untuk kerusakan ringan maka dokter melakukan pemantauan berkala. Bila kerusakan berat maka pembedahan dengan laser akan diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Head box

 

Penatalaksanaan bayi dengan asfiksia adalah dengan memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan. Biasanya 24 jam pertama dengan menggunakan O2 head box dengan konsentrasi 60%. Kemudian diperhatikan pula pengaturan suhu tetap stabil agar tidak terjadi hipotermia, monitor tanda vital terutama pernafasan, penundaan pemberian minum pada anak oleh karena fungsi pencernaan masih terganggu, kebutuhan cairan dipenuhi dengan infuse D 10%. Anak ditunda minum sampai ada reflek menghisap, atau kurang lebih 24 jam

Riama,,,ini tugas puput..tapi cuma yang sampe halaman 3…yang balard bukan tugas puput.. tengkiiiu…semangat ya nyusun laporannya..haha…

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN WANITA DAN BAYI BARU LAHIR

  1. Praktik keperawatan

Asuhan keperawatan yang komprehensif untuk wanita dan bayi baru lahir berfokus pada upaya membantu individu, keluarga, dan komunitas dalam mencapai potensi kesehatan optimal. Perawat bertanggung jawab utnuk menetapkan keputusan serta tindakand dalam domain praktik keperawatan, yang mencakup:

  • Integrasi komponen keperawatan (pengkajian, perencenaan, implementasi, evaluasi)
  • Individualisasi serta penetapan  prioritas dalam upaya memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, spiritual dan social.
  • Kolaborasi dengan individu, keluarga, serta anggota tim perawatan kesehatan yang lain.
  • Promosi lingkungan yang aman dan  terapetik
  • Demonstrasi serta validasi komponen praktik keperawatan
  • Penguasaan pengetahuan serta keterampilan yang khusus serta pendidikan formal tambahan supaya mampu memberi perawatan khusus
  • Pelaksanaan dokumentasi perawatan yang komplet dan akurat.

 

  1. Pendidikan kesehatan dan konseling

Pendidikan kesehatan mendorong klien serta keluarga untuk berpartisipasi sert mengemban tanggung jawab dalam  meningkatkan, mempertahankan, serta memperbaiki kesehatan. Pendidikan kesehatan yang komprehensif meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Identifikasi kebutuhan serta kemampuan klien
  • Kolaborasi dengan klien serta tenaga kesehatan lainnya dalam merancang, mengisi dan menindaklanjuti rencana pendidikan
  • Penyediaan informasi yang terkini dan akurat
  • Penyediaan informasi berdasarkan prinsip-prinsip proses serta pembelajaran yang benar.
  • Upaya mengenali hak, tanggung jawab klien, dan pilihan alternative
  • Pengguanaan sumber daya pengetahuan yang  tersedia di lingkungan praktik
  • Penggunaan sumber pendidikan utnuk penyediaan informasi pendidikan kesehatan untuk individu/keluarga
  • Dokumentasi dan evaluasi pendidikan kesehatan termasuk respon klien.

 

  1. Kebijakan, prosedur, dan protocol

Protocol, prosedur dan klebijakan tertulis mengklarifikasi luas praktik keperawatan serta menetapkan kualifikasi personel yang diberi wewenang untuk memberi perawatan kepada wanita serta bayi baru lahir dalam lingkungan perawatan kesehatan.

 

  1. Tanggung jawab dan tanggung gugat professional

Asuhan keperawatan yang komprehensif untuk wanita dan bayi baru lahir diberikan oleh perawat yang secara klinis kompeten serta memiliki akuntabilitas untuk melakukan tindakan professional serta memiliki tanggung jawab yang merupakan satu kesatuan dengan peran keperawatan.

 

  1. Penggunaan personel keperawatan

Setiap lingkungan praktik harus memiliki personel keperawatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perawatan pasien staf keperawatan yang memberi asuhan langsung ke wanita dan bayi baru lahir harus diawasi oleh perawat terdaftar (registered nurse) yang secara klinis terampil dalam bidang kekhususannya. Sangat penting bahwa perawat mengetahui baik tanggung jawab maupun batasan praktik keperawatan professional khusus di lingkungan praktik tersebut.

Banyak variable yang dipertimbangkan dalam menetapkan tipe dan jumlah staff keperawatan yang dibutuhkan di lingkungan keperawatan.

 

  1. Etika

Prinsip eetika memberikan perngarahan dalam proses pembuatan keputusan bagi perawat yang memberi asuhan pada wanita dan bayi baru lahir dalam segala kesempatan, dan khususnya bila nilai professional dan personal berkonflik dengan nilai yang diyakini pasien dan keluarga. Perawat harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan yang etis.

 

  1. Riset

Perawat memberi asuhan keperawatan kepada waita dan bayi baru lahir menggunakan semua riset, melakukan riset keperawatan, serta mengevaluasi praktik keperawatan untuk meningkatkan hasil akhir perawatan.

 

  1. Penjaminan  mutu

Mutu dan ketetapan perawatan pasien dievaluasi melalui program pengkajian terencana dengan menggunakan indicator khusus dan sudah diidentifikasi.

Setiap unit pelayanan harus memiliki rencana penjaminan mutu tertulis yang mencerminkan filosofi yang terkoordinasi dengan misi organisasi serta keseluruhan program penjaminan mutu.

ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN

 

Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip Etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :

  1. Autonomy (penentu pilihan)

Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.

Pada kasus Ny A dan bayinya yang menderita asfiksia ini aspek autonomy harus tetap diperhatikan oleh perawat walaupun dalam keadaan darurat. Tindakan terhadap bayi yang tidak ada nafas spontan dan gangguan-gangguan lainnya saat lahir harus tetap dikomunikasikan dengan klien atau keluarga yang bertanggung jawab dan keluarga berhak menentukan keputusannya sendiri.

 

  1. Non Maleficence (do no harm)

Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.

Dalam kasus ini perawat tentunya harus mempertimbangkan betul bahwa tindakan suction dan resusitasi ini sesuai indikasi dan tidak membahayakan atau membuat keadaan bayi semakin parah.

 

  1. Beneficence (do good)

Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

Dalam kasus ini dengan kaitannya dengan aspek beneficience, perawat harus menjalankan fungsinya dengan baik yaitu sebagai tenaga asuhan keperawatan yang kompeten dan mengetahui tindakan yang tepat untuk klien, baik Ny A maupun bayinya. Tindakan yang dilakukan harus benar-benar memperhatikan manfaat yang bisa didapat dengan tindakan-tindakan tersebut.

 

  1. Justice (perlakuan adil)

Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.

Dalam kasus Ny A, perawat harus menerapkan aspek justice, yaitu berperilaku adil dan memperlakukan Ny A serta bayinya sebagaimana mestinya dan tidak membedakannya dengan kasus asfiksia yang lainnya.

 

  1. Fidelity (setia)

Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.

Aspek kesetiaan yang harus diperhatikan oleh perawat dalam kasus ini adalah dengan tetap memgang kepercayaan keluarga atas semua hal yang sudah disepakati.

 

  1. Veracity (kebenaran)

Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.

Pada kasus ini, perawat harus memegang prinsip kebenaran dengan mengatakan hal yang sesungguhnya terjadi pada bayi yang baru lahir ini dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan beserta tujuan dan risikonya.

 

 

 

 

 

PERUBAHAN FISIOLOGIS LANSIA

a. Sistem pernafasan pada lansia.

  1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
  2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
  3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
  4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
  5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
  6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
  7. kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

 

  1. b. Sistem persyarafan.
  2. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
  3. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
  4. Mengecilnya syaraf panca indera.
  5. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

 

Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

  1. 1. Penglihatan
    1. Kornea lebih berbentuk skeris.
    2. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
    3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
    4. Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
    5. Hilangnya daya akomodasi.
    6. Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
    7. Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
  2. 2. Pendengaran
    1. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :

–          Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

–           Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

–          Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.

  1. 3. Pengecap dan penghidu.
    1. Menurunnya kemampuan pengecap.
    2. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
  2. 4. Peraba.
    1. Kemunduran dalam merasakan sakit.
    2. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

 

  1. c. Sistem Cardiovaskuler
    1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
    2. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
    3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
    4. Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
    5. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
    6. Rasa panas (Hot flash)

Perubahan sistem jantung dan pembuluh darah terjadi karena adanya perubahan metabolisme, menurunnya estrogen dan menurunnya pengeluaran hormon paratiroid. Hubungan emosi dengan sistem ini menimbulkan jantung mudah berdebar. Meningkatnya hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone) dan rendahnya estrogen dapat menimbulkan perubahan pembuluh darah. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher dan tengkuk menimbulkan rasa panas yang disebut hot flash (Manuaba, 1999).

 

  1. d. Sistem genito urinaria.
    1. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
    2. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
    3. Pada Vesica Urinaria (kandung kencing) tampak aktivitas kendali spincter dan detrusor hilang, sehingga sering kencing tanpa sadar (Goggle. Com, 2006).

 

  1. e. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
    1. Produksi hampir semua hormon menurun.
    2. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
    3. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
    4. Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.
    5. Menurunnya produksi aldosteron.
    6. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
    7. Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).

 

  1. f. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
    1. Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
    2. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
    3. Esofagus melebar.
    4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
    5. Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
    6. Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
    7. Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
    8. Sembelit (obstipasi)

Menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus menjadi lambat. Kemampuan mengabsorpsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus dan usus besar yang lambat menimbulkan gangguan buang air besar berupa sembelit (obstipasi) (Manuaba, 1999).

 

 

  1. g. Sistem muskuloskeletal.
    1. Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
    2. resiko terjadi fraktur.
    3. Kyphosis.
    4. Persendian besar & menjadi kaku.
    5. Pada wanita lansia > resiko fraktur.
    6. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
    7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang).
    8. Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
    9. Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus.

10.  Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus

11.  Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.

12.  Pengeroposan Tulang (osteoporosis)

Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon estrogen dan hormon paratiroid. Tulang mengalami diklasifikasi (pengapuran), artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah terjadi patah tulang. Patah tulang terutama terjadi pada persendian paha (Manuaba,1999). Untuk mencegah terjadinya osteoporosis selain minum hormon estrogen dan progesteron selama 5 – 10 tahun pertama setelah menopause. Langkah berikut dapat membantu mengurangi terjadinya osteoporosis :

–          Meningkatkan pemasukan kalsium ke dalam makanan atau tablet kalsium yang diminum setiap sore, untuk menghasilkan pemasukan total sekitar 1,5 gram kalsium setiap hari.

–          Berhenti merokok.

–          Latihan olah raga teratur, memilih bentuk olah raga yang disukai. Jalan cepat selama 1 jam 3 kali seminggu sama efektif dengan program olah raga yang lebih kompleks (Jones, 1997)

 

  1. h. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.

Seorang wanita pada masa menopause akan mengalami perubahan kulit. Lemak dibawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor. Kulit mudah terbakar sinar matahari menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam. Pada kulit timbul bintik hitam. Otot bawah kulit muka mengendor sehingga jatuh dan lembek. Kelenjar kulit kurang berfungsi, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Manuaba, 1999).

  1. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
  2. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose
  3. Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
  4. Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
  5. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.
  6. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
  7. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.
  8. Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
  9. Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
  10. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.

 

Langkah untuk menghambat proses penuaan kulit :

–          Jangan terlalu gemuk, sehingga hilangnya lemak bawah kulit tidak terlalu kentara.

–          Hindari sebanyak mungkin sinar matahari, karena ultraviolet dapat merusak kulit dan menimbulkan kanker kulit.

–          Kelancaran peredaran darah kulit dengan mengurangi kulit keriput melalui aktivitas fisik dan melakukan pengurutan (massage) diri sendiri atau ke salon kecantikan.

–          Memberikan pelembab kulit, sehingga kulit tampak terpelihara (Manuaba, 1999).

 

  1. h. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
    1. 1. Perubahan sistem reprduksi.
      1. Kekeringan liang senggama (vagina)

Perubahan yang terjadi pada alat genitalia meliputi liang senggama terasa kering, lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi infeksi (infeksi kandung kencing, infeksi liang senggama). Daerah sensitif makin sulit untuk dirangsang. Saat hubungan seksual dapat terjadi nyeri (dispareunia), sulit mencapai orgasme. Lemahnya penyangga alat kelamin bagian dalam menyebabkan terasa kurang enak sekitar liang senggama, liang senggama terasa turun (menonjol) dalam bentuk tonjolan dinding bagian belakang (retrokel), dan mulut rahim terbuka. Kepuasan berkemih dan buang air besar semakin berkurang, seolah-olah masih terdapat sisa (Manuaba, 1999). Jika seorang wanita mengalami panas yang sangat parah sehingga menekannya, tersedia pengobatan. Biasanya, tablet hormon estrogen diberikan. Estrogen juga akan menyembuhkan wanita yang menderita vagina kering menyakitkan. Dalam kasus ini, biasanya dokter meresepkan krim vagina mengandung estrogen (Jones, 1997).

menciutnya ovarium dan uterus

 

  1. Uterus

Uterus mengecil, selain disebabkan atrofi endometrium juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat intersisial. Serabut otot miometrium menebal, pembuluh darah miometrium menebal dan menonjol.

  1. Tuba falloppii

Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut, endosalpingo menipis dan mendatar, dan cilia menghilang.

  1. Cervix

Cervix akan mengkerut sampai terselubung oleh dinding vagina, crypta cervical menjadi atropik, canalis servikalis memendek sehingga menyerupai ukuran cervix fundus sampai masa adolesens.

  1. Vagina

Terjadi penipisan liang vagina menyebabkan hilangnya ruggae, berkurangnya vaskuralisasi, elastic yang berkurang, secret vagina menjadi encer, indeks kariopignotik menurun. PH vagina meningkat karena terhambatnya pertumbuhan basil doderleins yang menyababkan glikogen seluler meningkat sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Uretra ikut memendek dengan pengerutan vagina sehingga meatus eksternus melemah timbul uretritis dan pembentukan caruncula.

  1. Dasar panggul

Kekuatan dan elastitisitas menghilang karena atrofi dan lemahnya daya sokong disebabkan prolapsus uterovaginal.

  1. Perineum dan anus

Lemak sub kutan menghilang, atrofi otot sekitarnya menghilang yang menyebabkan tonus spinkter melemah dan menghilang sering terjadi inkotensia alvi vagina.

  1. Vesica Urinaria

Tampak aktivitas kendali spinkter dan detrusor menghilang sehingga sering kencing tanpa sadar.

  1. Kelenjar payudara

Diserapnya lemak sub kutan, atrofi jaringan parenkim, lobules menciut, stroma jaringan ikat fibrosa meningkat, putting susu mengecil dan kurang erektil, pigmentasi berkurang sehingga payudara menjadi datar dan mengendor

  1. Ketidak teraturan Siklus Haid

Di usia pertengahan, ovarium yang menua berhenti merespon terhadap FSH dan LH, meskipun sekresi dari ini meningkat. Akibatnya lebih sedikit folikel terbentuk dan lebih sedikit melepaskan telur, keluaran estrogen dan progesteron dari ovarium menurun, lapisan rahim berhenti menebal dan perdarahan menstruasi berganti pula dan pada akhirnya berhenti, rahim dan ovarium mulai mengerut (Hardjana. 2000).

Menurut Jones (1997), wanita yang mendekati masa menopause mempunyai tiga pola haid yaitu :

–          Haid tetap teratur dan kemudian tiba-tiba berhenti.

–          Haid menjadi jarang, intervalnya menjadi lebih panjang sampai akhirnya berhenti.

Haid menjadi tidak teratur. Haid kadang-kadang banyak, kadang¬kadang sedikit dan jarak waktu antara setiap periode haid tidak dapat diramalkan dengan baik. Wanita yang mempunyai pola haid seperti ini sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dokter mungkin menganjurkan kuret untuk memastikan rahim normal agar perawatan bisa diberikan. Pada banyak wanita berhentinya menstruasi merupakan satu-satunya tanda menopause (Hardjana, 2000).

 

  1. 2. Kegiatan sexual.

Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi :

  1. Fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi,
  2. Rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan
  3. Sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.

Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

 

Pada pria

Gejala jasmaniah Pada umur lima puluhan, seorang pria sebenarnya secara berangsur-angsur – telah mulai menurun kemampuan seksualnya, hanya saja kurang dirasakan. Dengan berubahnya hormon, tampang pria itupun mulai berubah sedikit demi sedikit. Ciri-ciri kejantanannya mulai berkurang, lalu berganti dengan cirri kewanitaan. Suaranya berubah menjadi agak halus, tidak seberat dan setegas usia muda. Rambut yang semula tumbuh lebat pada bagian-bagian tubuh seperti kepala muka, kaki, dada, dsb. Mulai berkurang.

Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :

  1. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
  2. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
  3. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
  4. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
  5. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
  6. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
  7. Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi  seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu

 

 

 

 

 

 

PERUBAHAN PSIKOLOGIS

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang.  Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:

  1. Ingatan Menurun

Gelaja ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.

  1. Kecemasan
    Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause dan lansia merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul  sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasa pergi sendirian ke luar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga diperkuat oleh larangan dari ana-anaknya. Kecemasan pada Ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas  dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari ornag di sekitarnya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang mengalami menopause namun tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Menopause rupanya mirip atau sama juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada juga yang biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak.

Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990 :9) adalah sebagai berikut :

•    Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.

•    Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.

•   Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.

•    Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.

•    Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanann diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya.Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari.Bagaimana juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.

  1. Mudah Tersinggug

Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan.Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya.

  1. Stress

Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam.

Namun demikian stress tidak hanya memberikan dampak negatif, tapi bisa juga memberikan dampak positif. Apakah kemudian dampak itu positif atau negatif, tergantung pada bagaimana individu memandang dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stress sangat individual sifatnya.

Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam, suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Stress dapat juga bersifat kronis misalnya konflik keluarga. Reaksi kita terhadap pencetus stress dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis.

Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak bisa diramalkan, sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi kita dapat menimbulkan beragam reaksi, mulai dari hanya ekspresi marah sampai akhirnya ke hal-hal lain yang lebih sulit untuk dikendalikan. Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress ini tergantung pada beberapa faktor, termasuk keadaan emosi pada saat itu dan sikap orang itu dalam menanggapi stress tersebut.

  1. Depresi

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan 9% s/d 26% wanita dan 5% s/d 12% pria pernah menderita penyakit depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Setiap saat, diperkirakan bahwa 4,5% s/d 9,3% wanita dan 2,3% s/d 3,2% pria akan menderita karena gangguan ini. Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria.

Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya.

Depresi dapat menyerang wanita untuk satu kali, kadang-kadang depresi merupakan respon terhadap perubahan sosial dan fisik yang sering kali dialami dalam fase kehidupan tertentu, akan tetapi beberapa wanita mungkin mengembangkan rasa depresi yang dalam yang tidak sesuai atau proporsional dengan lingkungan pribadi mereka dan mungkin sulit dihindarkan.

Simton-simton psikologis adanya depresi bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Marie Blakburn dan Kate Davidson (1990:5) adalah sebagai berikut :

•    Suasana hati, ditandai dengan kesedihan, kecemasan, mudah marah.

•   Berpikir, ditandai dengan mudah hilang konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah.

•   Motivasi, ditandai dengan kurang minat bekerja dan menekuni hobi, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi pada orang lain.

•   Perilaku gelisah terlihat dari gerakan yang lamban, sering mondar-mandir, menangis, mengeluh.

•    Sintom biologis, ditandai dengan hilang nafsu makan atau nafsu makan bertambah, hilang hasrat sesksual, tidur terganggu,  gelisah.

PENGKAJIAN FISIK JANTUNG DAN AORTA

Proyeksi jantung pada permukaan dada :

  1. Atrium kanan.Merupakan bagian jantung yang terletak paling jauh di sisi kanan, yaitu kira-kira 2 cm di sebelah kanan tepi sternum setinggi sendi kostosternalis ke-3 sampai ke-6.
  2. Ventrikel kanan. Menempati sebagian besar proyeksi  jantung pada dinding dada. Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung.
  3. Ventrikel kiri. Ventrikel kiri tidak begitu tampak jika  dilihat dari depan. Pada proyeksi jantung pada dada,daerah tepi kiri–atas selebar 1,5 cm, merupakan  wilayah ventrikel kiri. Batas kiri jantung adalah garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah kiri.
  4. Atrium kiri. Adalah bagian jantung yang letaknya paling posterior dan tidak terlihat dari depan. Kecuali sebagian kecil saja yang terletak di belakang sendi kostosternalis kiri ke-2

PEMERIKSAAN

Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu
dinamakan prekordium

ALAT YANG DIPERLUKAN :

–Double Lumen-Stetoskop

–Timer

PEMERIKSAAN

Pertimbangan umum :

–Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.

–Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.

–Tetap selalu menjaga privacy pasien

–Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.

A. Inspeksi jantung

Tanda-tanda yang diamati :

(1) bentuk prekordium

(2) Denyut pada apeks jantung

(3) Denyut nadi pada dada

(4) Denyut vena

bentuk prekordium

Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis

Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum

Denyut apeks jantung (iktus kordis)

–          Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra

–          Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV

–          Sifat iktus :

  1. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
  2. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk  memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari systole

Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan
pada aorta

Denyutan nadi pada dada

–          Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II
kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden

Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan

 Denyutan vena

 Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna

Palpasi jantung

Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan

jantung adalah sebagai berikut :

–          Pemeriksaan iktus cordis

–          Pemeriksaan getaran / thrill

–          Pemeriksaan gerakan trachea

Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau
tidak

Pemeriksaan iktus cordis

Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus

Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.

Pemeriksaan getaran / thrill

Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung congenital.

Disini harus diperhatikan :

–          Lokalisasi dari getaran

–          Terjadinya getaran : saat systole atau diastole

–          Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.

–          Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung

Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta

 Pemeriksaan gerakan trachea

Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat
teraba

Batas kiri jantung

 Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung

– Perkusi jantung

– Batas kanan jantung

Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta

Batas kiri jantung

•Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.

•Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas   jantung kiri

•Normal

Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)

Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( t4 iktus)

Batas kanan jantung

Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.

Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak

Normal :

–Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan

–Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan

Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong
yang dapat dipakai bergantian.

Auskultasi Jantung.

Corong pertama berbentuk kerucut (bell)yang sangat baik untuk mendengarkan
suara dengan frekuensi tinggi (apeks)

Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi dengan nada rendah

Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu

  1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II

BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole

BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.

BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

2. Bising jantung / cardiac murmur

BUNYI JANTUNG I

Daerah auskultasi untuk BJ I :

–Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.

–Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub  trikuspidalis terdengar disini

–Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.

Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:

–stenosis mitral

–interval PR (pada EKG) yang begitu pendek

–pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.

Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :

–shock hebat

–interval PR yang memanjang

–decompensasi hebat.

BUNYI JANTUNG II

Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :

–hipertensi

–arterisklerosis aorta yang sangat.

Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :

–kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik

kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital

BJ I dan II akan melemah pada :

–orang yang gemuk

–emfisema paru-paru

–perikarditis eksudatif

–penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung

BISING JANTUNG

• Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II(=bis in g systole), ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan
bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.

• Tentukan lokasi bising yang terkeras.

• Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan.

Bising itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.

BISING JANTUNG

 Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :

(1)Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara bising.

(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.

(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas diantara (2) dan (5).

(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop  tidak diletakkan pada dinding dada.

(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

 Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang meniup, bising yang melagu

Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer

hal yang biasa dilakukan adalah palpasi nadi.

 PEMERIKSAAN PEMBULUH DARAH PERIFER

 Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.

PEMERIKSAAN PEMBULUH DARAH PERIFER

Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :

–          Frekuensi nadi

–          Tegangan nadi

–          Irama nadi

–          Macam denyut nadi

–          Isi nadi

–          Bandingkan nadi a. radialis ka & ki

–          Keadaan dinding arteri

PEMERIKSAAN  DADA (TORAKS)

Topik :
A.    inspeksi dinding dada

B.    palpasi dada

C.    perkusi dada

D.    auskultasi dada

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :

1.    Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.

2.    Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka

3.    Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan

4.    Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping

A.  INSPEKSI DINDING DADA

1.    Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring

2.    Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan.

3.    Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh

4.    Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium.

5.    Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi

6.    Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8  dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis

B.   PALPASI DADA

1.  PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA

1.    Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.

2.    Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.

3.    Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.

4.    Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.

5.    Pasien diminta bernapas dalam dan kuat

6.    Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .

2.  PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA )

1.    Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa

2.    Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.

3.    Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4.    Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5.    Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.

6.    Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior.

3.  PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA )

1.    Posisi pasien duduk dengan kedua tangan  dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan  pemeriksa dibelakang pasien

2.    Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)

3.    Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut  prosesus spinosus servikalis ketujuh.( C7 )

4.    Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh ( C7 ), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.

4.   PALPASI IKTUS JANTUNG

1.    Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriks

2.    Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3.    Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6.
4.    Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5.    Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6.    Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7.    Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8.    Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis.

5.  PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA

1.    Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.    Bila duduk posisi kedua tangan  pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3.    Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4.    Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5.    Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf

6.   PALPASI PERNAPASAN DADA

1.    Posisi pasien duduk dengan kedua tangan  dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2.    Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3.    Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga  berikutnya
4.    Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari
Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama

7.  PALPASI GETARAN SUARA PARU ( FREMITUS RABA )

1.    Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang.
2.    Sedangkan  posisi pasien tidur  miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang / miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3.    letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4.    Minta pasien mengucapkan kata- kata seperti satu, dua, … dst berulang- ulang
5.    Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6.    Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam  pleura dan sumbatan bronkus

C.  PERKUSI DADA

Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.

1.  PERKUSI DADA DEPAN

1.    Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2.    Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3.    selanjutnya lokasi perkusi  bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4.    Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5.    Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.

2.  PERKUSI DADA BELAKANG

1.    Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2.    Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3.    selanjutnya lokasi perkusi  bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4.    Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang , karena adanya keredupan hati.

3.  PERKUSI BATAS PARU DAN HATI

1.    Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa .
2.    Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis.
3.    posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada  belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4.    Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11.

 

apa itu hipertensi?

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).

apa penyebab hipertensi?

  1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
  2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Ada faktor penyebab tekanan darah tinggi yang tidak dapat Anda kendalikan. Ada juga yang dapat Anda kendalikan sehingga bisa mengatasi penyakit darah tinggi.

faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu :

1. Keturunan

Faktor ini tidak bisa Anda kendalikan. Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada yang kembar tidak identik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.

2. Usia

Faktor ini tidak bisa Anda kendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan bahwa tekanan darah Anda saat muda akan sama ketika Anda bertambah tua. Namun Anda dapat mengendalikan agar jangan melewati batas atas yang normal.

faktor yang dapat dikendalikan :

1. Garam

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam.

2. Kolesterol

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat. Kendalikan kolesterol Anda sedini mungkin. Untuk tips mengendalikan kolesterol, silahkan lihat artikel berikut: kolesterol.

3. Obesitas / Kegemukan

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi.

4.  Stres

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi.

5. Rokok

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-penyakit yang berkaitan dengan jantung dan darah.

6. Kafein

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kafein yang terdapat pada kopitehmaupun minuman cola bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah.

7. Alkohol

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan tekanan darah tinggi.

8. Kurang Olahraga

Faktor ini bisa Anda kendalikan. Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur mampu menurunkan tekanan darah tinggi Anda namun jangan melakukan olahraga yang berat jika Anda menderita tekanan darah tinggi.

apa saja tanda dan gejala hipertensi?

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Bagaimana pencegahannya?

Untuk mencegah darah tinggi bagi Anda yang masih memiliki tekanan darah normal ataupun mengatasi darah tinggi bagi Anda yang sudah memiliki tekanan darah tinggi, maka saran praktis berikut ini dapat Anda lakukan:

  1. Kurangi konsumsi garam dalam makanan Anda. Jika Anda sudah menderita tekanan darah tinggi sebaiknya Anda menghindari makanan yang mengandung garam.
  2. Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium. Kalium, magnesium dan kalsium mampu mengurangi tekanan darah tinggi.
  3. Kurangi minum minuman atau makanan beralkohol. Jika Anda menderita tekanan darah tinggi, sebaiknya hindari konsumsi alkohol secara berlebihan. Untuk pria yang menderita hipertensi, jumlah alkohol yang diijinkan maksimal 30 ml alkohol per hari sedangkan wanita 15 ml per hari.
  4. Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi. Jika Anda menderita tekanan darah tinggi, pilihlah olahraga yang ringan seperti berjalan kaki, bersepeda, lari santai, dan berenang. Lakukan selama 30 hingga 45 menit sehari sebanyak 3 kali seminggu.
  5. Makan sayur dan buah yang berserat tinggi seperti sayuran hijau, pisang, tomat, wortel, melon, dan jeruk.
  6. Jalankan terapi anti stres agar mengurangi stres dan Anda mampu mengendalikan emosi Anda.
  7. Berhenti merokok juga berperan besar untuk mengurangi tekanan darah tinggi atau hipertensi.
  8. Kendalikan kadar kolesterol Anda.
  9. Kendalikan diabetes Anda.
  10. Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah. Konsultasikan ke dokter jika Anda menerima pengobatan untuk penyakit tertentu, untuk meminta obat yang tidak meningkatkan tekanan darah.

Semoga bermanfaat ^_^

 

 

 

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!


December 2010
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031